TEMPO.CO, Surabaya - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan tidak memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi mobil listrik di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Senin, 6 Februari 2017. Miratul Mukminin, perwakilan keluarga Dahlan, mengatakan Dahlan tidak bisa hadir karena sakit.
"Beliau memang sedang dalam kondisi kurang sehat. Kami minta dijadwalkan ulang," kata Miratul sesaat setelah keluar Kejaksaan Jawa Timur untuk menyampaikan surat pemberitahuan ketidakhadiran Dahlan kepada penyidik.
Baca: Jadi Tersangka 3 Kasus, Dahlan: Jaksa Agung Ingin Dapat Muri
Selain lantaran sakit, Dahlan tidak hadir karena belum menunjuk pengacara dan surat pemanggilan yang diterima hanya berupa faksimile. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Richard Marpaung membenarkan bahwa Dahlan tidak hadir dengan alasan sakit.
"Memang hari ini Pak Dahlan dijadwalkan mengikuti pemeriksaan. Namun dia tidak datang dengan alasan sakit. Yang datang pihak keluarga dan minta pemeriksaan dijadwalkan ulang," ucapnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Dahlan sebagai tersangka korupsi pengadaan 16 mobil listrik jenis mikrobus dan bus eksekutif pada 26 Januari 2017. Hal itu termuat dalam surat perintah penyidikan yang dikeluarkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Simak: Kasus Mobil Listrik, Kejaksaan Periksa Dahlan Pekan Depan
Jaksa Agung M. Prasetyo menuturkan dasar penetapan tersangka Dahlan adalah putusan Mahkamah Agung bahwa tersangka Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama selaku pembuat mobil listrik, terbukti melakukan korupsi bersama-sama sesuai dengan dakwaan primer.
Mobil elektrik jenis mikrobus dan bus eksekutif itu awalnya akan dipamerkan serta dijadikan kendaraan resmi Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) XXI pada 2013. Dahlan menawarkan pendanaan proyek itu kepada PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina, yang kemudian mengucurkan dana Rp 32 miliar.
Lihat: Dahlan Tersangka Lagi, Jaksa Agung: Bukan Kriminalisasi
Dalam pelaksanaan proyek, Dahlan menunjuk Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama, sebagai pembuat mobil. Namun, berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan Dasep dan Dahlan membuat negara rugi Rp 28,99 miliar karena mobil tak bisa dipakai.
Dahlan dikenai Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
NUR HADI