TEMPO.CO, Tulungagung – Warga lima desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menggugat Brigade Infanteri 16/Wirayuda dan Komando Daerah Militer V/ Brawijaya ke pengadilan setempat. Mereka menuntut pelepasan 1.530 hektare lahan yang dikuasai tentara.
Melalui pengacara senior Eggy Sudjana, ratusan warga yang tinggal di kawasan eks-perkebunan Kaligentong, Tulungagung selatan itu berharap bisa mengolah tanah tersebut. “Ada 740 kepala keluarga yang kehilangan hak atas tanah itu,” kata Eggy Sudjana di Pengadilan Negeri Tulungagung, Senin 30 Januari 2017.
Baca: Laporkan Fahri Hamzah ke MKD, LACI Bantah Bermaksud Politis
Dalam sidang pertama yang dipimpin ketua majelis hakim Muhammad Istiadi, pihak tergugat yakni Brigif 16/Wirayuda maupun Kodam V/Brawijaya menolak hadir. Sidang pun ditunda. Warga yang berunjuk rasa di depan pengadilan untuk mengawal persidangan kecewa.
Eggy meminta warga bersabar mengikuti proses hukum. Menurut dia bila tergugat tidak datang ke persidangan, hal itu justru memudahkan putusan. Sebab meski tak dihadiri pihak tergugat, kata Eggy, persidangan tetap bisa dilakukan atau in absentia.
Sengketa berawal dari upaya TNI yang menetapkan lahan eks-Perkebunan Kaligentong seluas 1.530 hektar sebagai rampasan perang dan menjadi milik tentara. Lahan itu berada di lima desa dan tiga kecamatan, yakni Desa Panggungkalak dan Kaligentong, Kecamatan Pucanglaban, Desa Rejosari dan Kalibatur, Kecamatan Kalidawir, serta Desa Kresikan, Kecamatan Tanggunggunung.
Simak: Setara: Polri, MUI, dan FPI Pelanggar Kebebasan Beragama
Eggy menuturkan risalah tanah perkebunan ini dulunya milik Mr Walter, warga Belanda, yang dijual kepada Pieter pada tahun 1887. Karena dalam pengelolaannya tak berjalan baik, Pieter menyerahkan pengelolaannya kepada warga. Penyerahan yang berlangsung pada tahun 1931 itu pun sudah diproses secara resmi oleh notariat Belanda. “Jadi tak bisa dipaksakan sebagai rampasan perang,” kata Eggy.
Upaya damai di luar pengadilan sebenarnya sudah dilakukan pihak warga dengan mengirimkan surat kepada Pangdam V/Brawijaya pada 2015. Namun karena hingga kini tak ada jawaban dari institusi tersebut, warga menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tulungagung. Upaya ini sekaligus meredam kemungkinan gesekan antara tentara dengan warga.
Lihat: Siapa Lebih Pribumi di Indonesia, Cina, India, atau Arab?
Ketua majelis hakim Muhammad Istiadi memutuskan untuk menunda persidangan hingga Senin, 13 Februari 2017. Dia berharap dalam sidang nanti pihak TNI ataupun kuasa hukumnya menghadiri persidangan agar kasus itu bisa segera diputuskan. “Kami tidak tahu alasan ketidakhadiran mereka,” kata Istiadi.
Hingga kini belum ada penjelasan apapun dari Kodam V/Brawijaya selaku pihak tergugat atas kasus itu.
HARI TRI WASONO