TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat memastikan dirinya tetap memimpin MK. Desakan agar Arief mundur dari jabatannya sempat muncul setelah hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Arief mengaku sempat berkonsultasi dengan beberapa guru besar bidang hukum, serta jajaran di MK dalam Rapat Permusyawaratan Dewan (RPH).
Baca: Kasus Patrialis Akbar, Mantan Ketua MK Ingatkan Integritas
"Saya sampaikan, apakah saya harus mundur atau tidak? Semua hakim sepakat mengatakan tidak," ujarnya saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Januari 2017.
Desakan meminta Arief mundur, salah satunya datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menilai Arief gagal menjaga kewibawaan MK.
"Kualitas putusan MK beberapa tahun terakhir membahayakan program pemberantasan korupsi," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Tama S. Langkun di kantor ICW, Jumat, 27 Januari 2017.
Baca: Sekjen PAN: Kasus Patrialis Tak Ada Kaitan dengan Partai
Arief melanjutkan, masalah hukum yang menjerat Patrialis merupakan masalah personal, yang juga berkaitan dengan integritas. Ia mengaku bahwa pihak yang memilihnya sebagai Ketua MK masih percaya padanya.
"Ini (di masa) ketua siapa pun bisa terjadi. Itu (kasus Patrialis) tetap bisa terjadi, karena masing-masing hakim terlibat dalam pengambilan keputusan," ujar Arief.
Menurut Arief, draf keputusan sidang uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kini dipermasalahkan itu dipegang oleh sembilan hakim MK.
Baca: Jika Suap Terbukti, MK Diminta Koreksi Putusan Patrialis
Patrialis kini ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan suap yang berkaitan dengan uji materi perkara UU tersebut. Uji materi UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan itu diregistrasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015.
Menurut Arief, sidang uji perkara 129 itu terakhir dilakukan pada Mei 2016, setelah itu masih dilankukan beberapa kali RPH oleh MK. Putusannya sudah ada, dan menurut Arief akan dipublikasi pada 7 Februari 2017 nanti.
"Kalau dia (Patrialis) bawa draft keputusan itu ke mana-mana hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi," tutur Arief.
Dia menekankan bahwa peristiwa semacam operasi tangkap tangan Patrialis, tergantung dari aspek moralitas dan integritas setiap hakim MK.
YOHANES PASKALIS