TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengatakan Majelis Kehormatan MK bisa saja dibentuk jika ditemukan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi. Pembentukannya akan berdasarkan hasil pemeriksaan Dewan Etik MK.
BACA:
Anggita, Perempuan yang Bersama Patrialis Saat Ditangkap KPK
Jadi Tersangka, Patrialis Akbar: Demi Allah Saya Dizalimi
Kasus Patrialis Akbar, Ketua MK: 8 Hakim Siap Beri Keterangan
"Majelis Kehormatan itu sifatnya ad hoc, kalau ada kasus. Kalau Dewan Etik menemukan atau menduga ada pelanggaran berat, ancaman (untuk hakim) diberhentikan tidak hormat," kata Fajar di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Januari 2017.
Kata dia, Dewan Etik MK masih bekerja mengusut ada-tidaknya pelanggaran etik menyusul tertangkapnya hakim MK, Patrialis Akbar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu malam, 25 Januari 2017. Dewan Etik itu diketahui sempat memeriksa dua hakim lain, yakni Manahan Sitompul dan I Dewa Gede Palguna.
"Biar Dewan Etik bekerja dulu, nanti sampai titik tertentu menemukan dugaan pelanggaran berat," ujar Fajar.
Jika muncul dugaan pelanggaran berat, kata Fajar, Dewan Etik bisa mengusulkan pembentukan majelis kehormatan pada Ketua MK. "Setelah diterima, lalu dua hari kerja, dan setelahnya MK akan bentuk majelis kehormatan."
Majelis Kehormatan MK, kata dia, secara prosedur berjumlah lima orang. Kelimanya terdiri atas seorang hakim konstitusi, anggota Komisi Yudisial, guru besar ilmu hukum, tokoh masyarakat, dan seorang mantan hakim konstitusi.
"Untuk hakimnya kalau tak salah kemarin dipilih Pak Wakil Ketua (MK) doktor Anwar Usman," tutur Fajar.
Berita menarik lain
Buntut Kematian Tiga Mahasiswa, Rektor UII Mundur
Fajar berujar, pemeriksaan etik di MK tetap dilakukan walaupun Patrialis sudah ditetapkan tersangka oleh KPK. "Soal etik jalan sendiri, soal hukum jalan sendiri. Misalkan ada pelanggaran etik serius, pemberhentian hakim yang bersangkutan (Patrialis) tak perlu tunggu proses di KPK."
Menurut dia, akan lama bila proses etik terhadap hakim dilakukan setelah kasusnya selesai diusut KPK. "Kalau ditunggu selesai, bisa dua tahun lagi, lama," ucapnya.
YOHANES PASKALIS