TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Indonesia termasuk negara yang paling keras menindak koruptor. Ia mengatakan sudah banyak pejabat dari berbagai lembaga yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Dari sisi tindakan, berkali-kali saya katakan, Indonesia termasuk yang paling keras," kata Kalla, Jumat, 27 Januari 2017, di Istana Wakil Presiden, Jakarta.
Jusuf Kalla menyampaikan hal itu terkait dengan penangkapan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar. Ia mengatakan sejauh ini Indonesia sudah memenjarakan sembilan menteri, 19 gubernur, ditambah pejabat-pejabat dari berbagai lembaga, seperti KPU, MK, KY, BI, dan DPR. "Tapi memang yang kami sayangkan adalah masih ada saja," ujar Kalla.
Menurut JK, terkuaknya kasus korupsi di MK bisa jadi karena sistem dan media yang semakin terbuka. Pada masa lalu, kata dia, banyak orang yang korup tapi media belum terlalu membukanya, sehingga pelaku korupsi terlihat terbatas.
Baca: Jadi Tersangka, Patrialis Akbar: Demi Allah Saya Dizalimi
Namun Kalla mengatakan pada dasarnya tidak ada negara yang bebas korupsi. Hanya tingkat ataupun kualitasnya yang berbeda. "Jadi tidak ada negara yang bebas, hanya kualitasnya," tuturnya.
Dia mencontohkan, kasus korupsi juga terjadi di Amerika dan Inggris. Misalnya kasus suap Rolls Royce. "Tidak ada yang bebas dari korupsi. Tapi kita usahakanlah secara bersama-sama, khususnya kalau Patrialis kita serahkan ke hukum. Karena tentu Patrialis juga mengemukakan dari sisi dia sendiri," ucap Kalla.
Baca: Patrialis Akbar Ditangkap, KPK Telisik Delapan Hakim Lain
Saat ini KPK baru menangkap Patrialis Akbar, salah satu hakim anggota penguji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. KPK bakal menelisik keterlibatan hakim MK lain yang memutus perkara judicial review Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014.
Uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 itu diregistrasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015. Ada enam pihak yang menjadi pemohon, salah satunya adalah Teguh Boediyana, seorang peternak sapi. Perkara uji materi ini seharusnya diputuskan oleh sembilan hakim Mahkamah Konstitusi. Namun penyidik baru menetapkan satu hakim sebagai tersangka dalam perkara ini.
"Kenapa yang diambil cuma satu dari sembilan, jadi kemungkinan berkembang. Tapi sementara ini ada yang tidak bisa kami ungkap," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat menggelar konferensi pers di kantornya, Kamis, 26 Januari 2017.
Patrialis diduga menerima suap sebesar US$ 20 ribu dan Sin$ 200 ribu atau lebih dari Rp 2 miliar dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman. KPK menduga Basuki memberikan suap itu karena uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dapat mengancam kelancaran bisnis impor dagingnya. Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat tersangka, yaitu Patrialis Akbar; Basuki Hariman dan sekretarisnya, Ng Fenny; serta seorang swasta bernama Kamaludin.
AMIRULLAH SUHADA | MAYA AYU PUSPITASARI
Baca juga:
Kasus Dana Masjid, Sylviana Murni Diperiksa Pekan Depan
Antasari Azhar Diminta Ikut Pilkada Gubernur Sumatera Selatan