TEMPO.CO, Klaten - Bupati Klaten Sri Hartini sudah mantap akan membongkar sejumlah kasus dugaan korupsi yang dia ketahui sejak masih menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten. Menjelang proses pemeriksaan lanjutan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan depan, Sri Hartini menyusun catatan ihwal dugaan sejumlah kasus korupsi di Klaten.
“Karena substansi ini (dalam kasus jual-beli jabatan) tampaknya Bu Hartini cuma dikorbankan,” kata pengacara keluarga Hartini, Deddy Suwadi, saat dihubungi pada Kamis, 26 Januari 2017. Siapa yang dianggap telah mengorbankan kliennya, Deddy tidak bersedia menjawab secara lugas.
Baca: Jual-Beli Jabatan di Klaten, KPK: Saksi Bisa Jadi Tersangka
Sri Hartini saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten. Dia ditangkap tangan oleh KPK di rumah dinasnya pada 30 Desember 2016.
“Ya, kalau ada pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan karena tidak suka dengan Bu Hartini, (lantas) memanfaatkan keluguannya untuk menjatuhkan,” kata Deddy.
Saat melakukan operasi tangkap tangan, tim KPK menemukan uang Rp 2,08 miliar, US$ 5.700, dan Sin$ 2.035. Dua hari setelah OTT, tim KPK juga menemukan uang Rp 3 miliar dari lemari kamar anak sulung Hartini, Andy Purnomo. Andy saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPRD Klaten.
Baca: Bupati Klaten Mau Jadi Justice Collaborator? Ini Syarat KPK
KPK juga menetapkan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Klaten Suramlan sebagai tersangka pemberi suap. Pada Rabu pekan lalu, KPK memperpanjang masa penahanan kedua tersangka itu sampai 28 Februari 2017.
Selama menunggu giliran diperiksa oleh penyidik KPK, Sri Hartini dan Deddy telah menyusun catatan hal ihwal dugaan sejumlah kasus korupsi di Klaten. Catatan itu menjadi syarat pelengkap bagi Hartini untuk mengajukan permohonan sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama membongkar kejahatan.
Deddy tidak bersedia menyebutkan kasus apa saja yang akan dibongkar kliennya. “(Catatan) Ini belum rampung. Rencananya akan kami serahkan ke penyidik KPK pada pemeriksaan pekan depan,” katanya.
Deddy berharap penyidik KPK mau mempelajari catatan tersebut dan melakukan verifikasi atau supervisi ke bawah. Kendati demikian, pengacara Sri Hartini menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik KPK, apakah permohonan justice collaborator yang diajukan kliennya akan diterima atau tidak.
Meski KPK sedang sibuk menangani bermacam perkara lain, penyidikan kasus jual-beli jabatan di Klaten terus bergulir. Pada Rabu lalu, delapan saksi dari Klaten dipanggil untuk diperiksa di gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Delapan saksi itu adalah Andy Purnomo dan tujuh PNS.
Dari tujuh PNS itu, tiga di antaranya pejabat, yaitu Kepala Badan Kepegawaian dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Sartiyasto, Kepala Bidang Mutasi BKPPD Slamet, dan Inspektur Inspektorat Syahruna. “Mereka hanya diklarifikasi saja. Mungkin pemeriksaan dari suara telepon. Nah, sampel-sampel suara (para saksi) itu diminta,” kata Deddy.
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, penyidik KPK sudah memeriksa sekitar 70 saksi dalam penanganan perkara jual-beli jabatan di Klaten. “Jumlah tersangka belum bertambah. Masih SHT (Sri Hartini) dan SUL (Suramlan),” kata Febri.
Berkaitan dengan pemanggilan tujuh PNS dan satu anggota DPRD pada Rabu lalu, Febri mengatakan mereka masih berstatus saksi. “Jika ditemukan minimal dua alat bukti yang mengarah ke kasus ini, statusnya (saksi) bisa dinaikkan menjadi tersangka,” kata Febri.
DINDA LEO LISTY
Simak pula:
Patrialis Akbar: Tak Serupiah pun Terima Duit dari Pengusaha
Raja Salman Akan Bertemu Rizieq? Menag: Kemlu yang Atur