TEMPO.CO, Madiun - Aparat Kepolisian Resor Madiun, Jawa Timur, membekuk Mustaqim, 40 tahun, tersangka pemalsu Surat Izin Mengemudi (SIM). Aksi pelaku terbongkar ketika polisi melakukan razia lalu lintas di jalan raya Madiun-Ponorogo, tepatnya di wilayah Desa Purworejo, Kecamatan Geger, beberapa hari lalu.
"Dari situ diketahui seorang pengendara sepeda motor berinisial AR menggunakan SIM yang diduga palsu," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Madiun Ajun Komisaris Hanif Fatih Wicaksono, Kamis, 26 Januari 2017.
Menurut dia, SIM milik AR diduga palsu karena terbuat dari kertas yang dilaminating dan tidak ada hologram di bagian belakang material tersebut. Karena itu, AR dibawa ke markas Polres dan diserahkan ke penyidik Satuan Reserse Kriminal untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Baca juga:
Patrialis Akbar OTT KPK, Ketua MK: Ya Allah Saya Mohon Ampun
Panglima Yakin Personel Tak Terlibat Penyelundupan Senjata|
Dari hasil pemeriksaan, AR mengaku SIM yang diduga palsu itu dipesan dari Mustaqim, warga Desa Campursari, Kecamatan Sambit, Ponorogo. Untuk mendapatkan sebuah SIM, AR harus mengeluarkan uang Rp 250 ribu. "Pelaku akhirnya kami tangkap di Ponorogo," ujar Hanif.
Hanif mengatakan tersangka mengaku telah menjalankan kejahatannya selama beberapa bulan terakhir. Ia beroperasi di wilayah Kabupaten Madiun dan mengaku bisa memperpanjang masa berlaku dan membuatkan SIM tanpa tes resmi di kepolisian kepada sejumlah korbannya.
"Pelaku pernah bekerja sebagai makelar SIM maka dapat membuat yang palsu," ucap Hanif.
Untuk membuat SIM palsu, tersangka menggunakan sejumlah alat, di antaranya satu set komputer, printer, dan scanner. Peranti itu telah disita untuk dijadikan barang bukti kejahatan yang dilakukan Mustaqim.
Baca juga:
Hadapi Hoax, Pemerintah Diminta Tegas seperti Jerman
Begini Kisah Hoax dari Zaman Sukarno hingga Jokowi
Dalam menangani perkara ini, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 263 ayat 1 tentang memalsukan surat-surat. Adapun ancaman hukuman maksimalnya selama enam tahun penjara. "Tersangka kami tahan," kata Hanif.
Sementara Mustaqim mengaku terpaksa melakukan pemalsuan SIM lantaran penghasilannya sebagai buruh serabutan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berbekal pengalaman sebagai makelar SIM, dia menggaet calon korban dengan dalih menawarkan jasa. "Sudah ada 20-an SIM A dan C yang saya buat," katanya.
NOFIKA DIAN NUGROHO