INFO JABAR - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengapresiasi Pemerintah Kota Bandung dan Kota Sukabumi yang meraih Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sangat memuaskan. Kota Bandung meraih predikat A dan Kota Sukabumi meraih predikat BB.
“Apresiasi kepada Wali Kota Bandung dan Wali Kota Sukabumi beserta seluruh jajarannya atas prestasi yang sudah diraih dalam akuntabilitas kinerja. Semoga ini menjadi inspirasi bagi kabupaten dan kota lainnya,” kata Deddy dalam acara Penyerahan Hasil Evaluasi SAKIP di Bandung, Rabu, 25 Januari 2017.
Deddy mengimbau kepada seluruh bupati/walikota se-Jawa Barat untuk bersama-sama dan kompak meningkatkan akuntabilitas kinerja di daerah masing-masing. “Minimal mampu meraih predikat BB agar menciptakan pemerintahan yang berkinerja tinggi dan sangat akuntabel,” katanya.
Karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk bersinergi dalam perjanjian kinerja. Mulai dari penyusunan dokumen perencanaan yang berorientasi pada hasil (outcome). Lalu, sosialisasi tentang laporan kinerja instansi pemerintah. Kemudian memberikan bimbingan teknis melalui pendampingan atau asistensi AKIP kepada OPD Wajib dan OPD Pilihan. Serta mendorong daerah untuk menghadirkan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Asman Abnur mengatakan hasil evaluasi SAKIP yang dilakukan pada 2016 menunjukkan peningkatan rata-rata nilai evaluasi terhadap kabupaten/kota dibanding tahun sebelumnya.
Pada 2016, rata-rata nilai evaluasi SAKIP kabupaten/kota adalah 49,87, meningkat dari 2015 yang hanya 46,92 atau mengalami peningkatan 2,95 poin. Meski demikian, rata-rata kabupaten/kota pada 2016 masih menyandang nilai di bawah 50, yang artinya masih berada pada kategori C. “Sebanyak 425 kabupaten/kota atau 83 persen dari total seluruh kabupaten/kota masih mendapat nilai di bawah B,” kata Asman.
Rendahnya tingkat akuntabilitas kabupaten/kota, menurut Asman, karena empat permasalahan utama, yaitu tujuan atau sasaran yang ditetapkan tidak berorientasi pada hasil, ukuran keberhasilan tidak jelas dan terukur, program/kegiatan yang ditetapkan tidak berkaitan dengan sasaran, dan rincian kegiatan tidak sesuai dengan maksud kegiatan.
Keempat permasalahan tersebut, menurutnya, menciptakan inefisiensi penggunaan anggaran di instansi pemerintah. Jika mengacu pada hasil evaluasi dan berdasarkan data yang telah dihitung, terdapat potensi pemborosan minimal 30 persen dari APBN/APBD di luar belanja pegawai setiap tahunnya. Angka tersebut berkisar setara Rp 392,87 triliun.
Menurut Asman, dalam mendorong praktek better practice government, Kota Bandung telah menerapkan aplikasi penganggaran berbasis kinerja bertajuk e-performance based budgeting. “Pada 2016, Kota Bandung berhasil melakukan penghematan anggaran lebih-kurang 35 persen. Kota Bandung melakukan refocusing kegiatan pada 2016 sebanyak 5.701 kegiatan menjadi 4.814 pada 2017,” ujar Asman. Kota Bandung merupakan satu-satunya pemkot yang berhasil meraih predikat A. (*)