TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Selamatkan MK muncul sebagai penolakan atas terpilihnya Patrialis Akbar sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi, Juli 2013.
Menurut Bahrain, aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), ada sesuatu yang disembunyikan dari pengangkatan Patrialis sebagai hakim Mahkamah.
“Penetapan Patrialis itu sembunyi-sembunyi. Beberapa media sempat tanya ke Patrialis. Dia menganggap sudah di-fit and proper test. Tapi, ditegaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, tidak pernah ada fit and proper test terhadap Patrialis Akbar. Menkumham bilang, ‘Tidak pernah ada itu!’,” kata Bahrain, seperti dikutip dari www.antikorupsi.org.
Baca juga:
Patrialis Akbar Tak Mulus Duduk di MK
10 Orang Ikut Terjaring dalam Penangkapan Patrialis Akbar
Koalisi meyakini, independensi Mahkamah harus dijaga. “MK dipandang sebagai lembaga yang baik dan masih diharapkan masyarakat. Dengan kondisi sekarang, di mana ada orang-orang partai di dalamnya, ini harus kita kawal bersama.” ucap Bahrain saat itu.
“Pengakuan dari Pak Patrialis sendiri, dia dipanggil, ngobrol-ngobrol, terus jadi (hakim Mahkamah). Padahal pejabat negara tidak boleh sembarangan bertindak. Kita ini kan trias politica. Legislatif, eksekutif, dan yudikatif punya kekuasaan yang berbeda. Kekuasaan-kekuasaan ini jangan saling intervensi. Kalau hal-hal ini dicampuri, kita khawatir jadi persoalan baru,” ujar Bahrain.
Silakan baca:
Patrialis Akbar Kena OTT KPK, Wapres Jusuf Kalla Prihatin
Patrialis Akbar Ditangkap KPK, Ini Reaksi DPR
Bahrain menegaskan, ada tata cara pelaksanaan pemilihan hakim Mahkamah, termasuk lewat panitia seleksi (pansel). “Dalam proses seleksi 2008, pansel mengumumkan calon-calon hakim MK. Pansel juga meminta pendapat publik. Ada wawancara terbuka. Lewat media massa, masyarakat juga diberi ruang memberi tanggapan terhadap calon-calon yang sudah ada. Masyarakat bisa lihat wawancaranya. Setelah calon-calon tersaring lagi, baru diserahkan ke presiden,” tutur Bahrain ketika itu.
Rabu malam, 25 Januari 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Patrialis. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan Patrialis ditangkap di sebuah tempat di Ibu Kota.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan berujar, Patrialis ditangkap terkait dengan suap bersama sepuluh orang lain. Menurut Basaria, pemberian hadiah atau suap itu diduga terkait dengan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Terdapat indikasi pemberian hadiah atau janji terkait dengan pengujian undang-undang yang diajukan pihak tertentu ke MK," ucap Basaria melalui pesan pendek, Kamis, 26 Januari 2017.
S. DIAN ANDRYANTO
Simak:
Dugaan Suap Patrialis Terkait Uji Materi UU Peternakan