TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia memburu para perekrut 17 warga negara Indonesia (WNI) yang dikirim ke Suriah untuk bergabung dengan jaringan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan saat ini para pelaku bersembunyi di Suriah. “Kami belum bisa mendapatkannya karena lokasinya di sana (Suriah),” kata dia di markasnya, Selasa, 24 Januari 2017.
Sebelumnya, otoritas Turki mendeportasi 17 WNI yang diduga akan menyeberang ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak berusia 2-9 tahun. Polisi menduga mereka dibujuk oleh jaringan ISIS dengan iming-iming pekerjaan berupah besar.
Baca: Diduga Akan Gabung ISIS, 17 WNI Dideportasi dari Turki
Rikwanto menuturkan jaringan perekrut itu merupakan bagian dari komplotan Bahrun Naim Anggih Tantomo. Bahrun Naim merupakan pentolan ISIS asal Indonesia yang juga diduga sebagai dalang Bom Thamrin pada pertengahan Januari 2016. Mereka merekrut para korbannya dari berbagai daerah di Indonesia. Selain doktrin jihad, mereka merayu korbannya dengan menjanjikan berbagai pekerjaan, dari juru masak, tenaga bagian kesehatan, hingga menjadi kombatan ISIS.
Menurut keterangan 17 WNI itu, kata Rikwanto, awalnya mereka tidak mengetahui akan dipekerjakan untuk ISIS. “Mereka enggak berpikir jadi tentara. Hanya pindah tempat saja ditawarin ke negara khalifah islamiah,” ujar Rikwanto. “Jadi, motifnya ekonomi.”
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan pengiriman 17 orang itu dilakukan secara bertahap dalam empat gelombang. Mereka diberangkatkan pada periode Maret hingga Mei 2016, di antaranya menggunakan penerbangan dari Makassar, Jakarta, Malang, serta Medan, lalu berakhir di Turki.
Untuk pendanaan keberangkatan, kata Martinus, mereka menggunakan uang pribadi, hasil dari tabungan dan menjual sejumlah asetnya. Polisi menengarai pendanaan dari ISIS dikirim melalui orang-orang tertentu hingga sampai ke jaringan di Indonesia. “Kami masih menggali informasi lainnya,” ujar Martinus.
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror telah mengembalikan 17 orang tersebut ke daerahnya masing-masing melalui dinas sosial. Polisi, kata Rikwanto, berharap pemerintah daerah turut berperan mengantisipasi warganya dari ajakan kelompok-kelompok radikal, terutama yang akan diajak bergabung ke ISIS. “Badan Nasional Penanggulangan Terorisme juga diharapkan melakukan langkah supaya warganya tidak terhasut,” ujarnya.
Awal Desember 2016, pemerintah Turki juga mendeportasi tiga warga negara Indonesia karena kasus serupa. Setelah sampai di Indonesia, tiga orang itu sempat ditahan dan diperiksa oleh Densus 88. Karena penyidik tidak menemukan adanya pelanggaran hukum, mereka bertiga dilepaskan. "Mereka hanya ikut-ikutan, tidak tahu kalau mau diajak bergabung ke ISIS,” kata Rikwanto. “Ini yang menjadi tugas kita bersama untuk mencegahnya, jangan sampai semakin banyak korban yang tergiur karena diiming-imingi pekerjaan dan gaji besar, ternyata diajak menjadi teroris.”
DEWI SUCI RAHAYU | REZKI ALVIONITASARI
Baca juga:
3 Mahasiswa UII Tewas, Surat Pernyataan Dipersoalkan
Lagi, Pengacara Ahok Akan Laporkan Saksi Pelapor