TEMPO.CO, Kupang - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang berpendapat, sehebat apapun sistem pemilu yang dianut bangsa ini, tidak akan mengubah perilaku politik para politisi.
"Apapun sistem pemilunya, jika budaya politik kita masih tidak beradab, maka sehebat apapun sistem tidak akan mengubah perilaku politik para politisi kita," kata Ahmad Atang kepada Antara, di Kupang, Sabtu, 21 Januari 2017.
Baca juga:
Usulan Perubahan UU MD3 Masuk Paripurna DPR
Soal UU MD3, Fahri: Akomodasi Keinginan Gerindra ...
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan wacana perubahan sistem pemilu dalam rancangan undang-undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas pemerintah dan DPR.
Partai Golkar mengusulkan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2019 karena melihat maraknya politik uang dalam pemilu-pemilu sebelumnya, kata anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian
"Merebaknya politik uang karena dengan sistem suara terbuka berdasarkan suara terbanyak, orang berusaha meraih simpati. Salah satu caranya dengan memberikan uang atau berupa barang untuk membuat masyarakat memilih secara langsung," kata Hetifah di Jakarta, Rabu (18/1)
Menurut Ahmad Atang, hal yang paling dibutuhkan rakyat saat ini adalah bukan merubah sistem tapi merubah mental politisi yang tidak berbudaya menjadi politisi yang berbudaya dalam memperoleh kekuasaan.
"Semangat Golkar untuk merubah sistem pemilu tidak terlalu penting, namun yang lebih penting adalah apabila Golkar mampu mengubah mental kadernya dari pusat hingga daerah dalam membangun budaya politik yang beradab," katanya.
Partai politik jangan lempar batu sembunyi tangan karena praktek politik uang justru dilakukan partai politik. Karena itu, yang mesti didorong adalah membangun budaya politik yang beradab bukan mengubah sistem pemilu.
Kecuali distrik, ia menambahkan, tidak ada satu sistem pemilu yang dipilih benar-benar sempurna. Setiap sistem yang dianut selalu punya kelebihan dan kelemahan dalam prakteknya.
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, Indonesia telah mempraktikan sistem proporsional, baik proporsional setengah tertutup, proporsional tertutup penuh maupun setengah proporsional ter buka dan proporsional terbuka.
Kecuali sistem distrik yang belum kita praktikan dalam pemilu bangsa ini. Pemilu 2009 dan 2014 kita menganut sistem proporsional terbuka sebagai pengganti sistem proporsional tertutup yang dipraktikan pada pemilu sebelumnya.
"Ketika Golkar mengusulkan agar pemilu 2019 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, maka ini menurut saya menggambarkan bahwa kita belum matang dalam menganut salah satu sistem sebagai instrumen dalam membangun demokrasi," katanya.
RUU Pemilu yang disusun Pemerintah sudah diterima DPR RI, sedangkan daftar inventarisasi masyarakah (DIM) yang diusulkan oleh masing-masing fraksi di DPR RI masih dikumpulkan oleh Pansus Pemilu.
ANTARA
Simak:
Anggota Plesir ke Israel, Apa Sikap MUI?
Indonesia Mencatat Barrack Obama dan Donald Trump