TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016, Damayanti Wisnu Putranti, menyebut mantan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan pernah memberikan paket kepada dia dan tiga orang Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat.
Keterangan Damayanti soal Jonan ini terungkap saat jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Iskandar Marwarto, membacakan percakapan WhatsApp antara Damayanti dengan Alamuddin Dimyati Rois, salah satu Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Alamuddin menjadi saksi bagi tersangka Amran HI Mustary, bekas Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku, dalam lanjutan sidang kasus suap di Kementerian PUPR, Rabu, 18 Januari 2017.
Baca juga: Suap Kementerian, KPK Tetapkan Komisaris PT CMP Tersangka
Pada percakapan itu, Damayanti berkata kepada Alamuddin, "Untung kita dapat paket dari Jonan." Jaksa Iskandar kemudian bertanya kepada Alamuddin maksud dari pernyataan Damayanti. "Saya enggak tahu persis apa maksud Damayanti soal itu," kata Alamuddin.
Jaksa Iskandar heran dengan jawaban Alamuddin. Sebab, dalam percakapan itu Alamuddin menjawab, "Alhamdulillah ya, Mbak Yu." "Kalau enggak tahu kok ditindaklanjuti?" ucap Iskandar kepada Alamuddin.
Politikus PKB itu menjelaskan bahwa kalau memang ada program untuk daerah pemilihannya, dia akan senang. "Tapi saya enggak tahu siapa yang ngasih paket," kata Alamuddin.
Lihat juga: Suap Proyek Jalan, Budi Supriyanto Golkar Divonis 5 Tahun
Iskandar bertanya siapa Jonan yang dimaksud oleh Damayanti. Menurut Alamuddin, Jonan yang dimaksud adalah Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Pada percakapan berikutnya, Damayanti berkata kepada Alamuddin bahwa mereka mendapat tambahan Rp 22 miliar. "Malah katanya kita dikasih tambahan Rp 22 miliar dari Perhubungan Darat. Lumayan buat kita berempat," kata Damayanti. Lagi-lagi Alamuddin menyambut girang informasi politikus PDIP itu. "Alhamdulillah rezeki," kata Alamuddin.
Namun Alamuddin kembali mengelak saat masalah itu ditanyakan jaksa. Dia berdalih bahwa sebenarnya tak tahu apa maksud Damayanti. Jaksa pun tak lagi mengejar soal paket yang diduga diberikan Jonan tersebut.
"Percakapan ini kan mengalir, jarak waktu kirim juga dekat. Ibarat pantun kalau enggak nyambung ya enggak akan lanjut," kata hakim ketua Fasal Henri. Hakim mengimbau agar Alamuddin lebih terbuka saat menjawab pertanyaan.
Simak pula: Divonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara, Damayanti Teteskan Air Mata
Perkara suap PUPR bermula dari adanya program aspirasi yang diusulkan oleh para anggota Komisi V. Damayanti mengatakan bahwa sebanyak 54 anggota Komisi V DPR ikut mengusulkan program aspirasi di 11 wilayah Kementerian PUPR.
Pembagian program aspirasi anggota komisi selanjutnya ditentukan dengan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi). Setelah program diusulkan, para Kapoksi, pimpinan Komisi V dan pejabat Kementerian PUPR akan mengadakan rapat tertutup, atau yang dikenal sebagai rapat setengah kamar. Pertemuan itu untuk membahas fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota.
Damayanti mengatakan, berdasarkan kesepakatan antara pimpinan Komisi V dan Kementerian PUPR, jatah aspirasi proyek di bawah Direktorat Jenderal Bina Marga untuk anggota Komisi V DPR sebesar Rp 2,8 triliun. Setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp 100 miliar, sementara pimpinan Komisi mendapat jatah hingga Rp 450 miliar.
Baca pula: Dua Asisten Damayanti Dihukum Empat Tahun Penjara
Pada perkara suap PUPR, lembaga antirasuah menetapkan 8 tersangka. Mereka adalah Damayanti serta dua asistennya, Julia Prasetyarini dan Dessy Ariyanti Edwin; Amran, anggota Komisi V Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro; pengusaha Abdul Khoir, dan So Kok Seng alias Aseng, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, yang menjadi rekanan PT Windu Tunggal Utama dalam menjalankan proyek jalan di Ambon, Maluku.
MAYA AYU PUSPITASARI
Lihat juga:
Rizieq Sebut Kapolda Otak Hansip, Begini Reaksi Kapolri Tito
Ini Kebijakan Ahok yang Diubah Sumarsono