TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau meminta Presiden Joko Widodo menahan diri meneken surat presiden (surpres) yang menunjuk kementerian terkait melanjutkan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Situasinya agak kritis. RUU ini sudah di tangan Presiden. Sebentar lagi akan keluar surpres yang kami duga akan tetap keluar. Kami ingin menahan itu tidak keluar," kata Ketua I Komnas Pengendalian Tembakau Widyastuti Soerojo di Gedung Tempo, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2017.
Berita terkait: PDIP Usulkan RUU Pertembakauan Dibahas dalam Pansus
Komnas Pengendalian Tembakau menolak RUU Pertembakauan karena, kata dia, napas dari aturan tersebut lebih berpihak kepada industri tembakau, bukan kesehatan masyarakat. Karena itu, Widyastuti menduga kementerian yang akan menjadi koordinator membahas RUU tersebut adalah Kementerian Perindustrian.
Mantan Anggota Komisi VIII yang lantang menolak RUU Pertembakauan, Sumarjati Arjoso, juga mengatakan aturan tersebut memuat hal-hal yang telah diatur aturan lain, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. "Sehingga tidak diperlukan lagi," ujarnya.
Simak pula: Diskusi RUU Pertembakauan: Duit Rokok Mengalir ke Parlemen
Selain itu, Widyastuti berujar, dana bagi hasil cukai tembakau dalam pasal 43 beleid tersebut dinaikkan menjadi 20 persen. Dengan begitu, Pasal 66A UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai mesti dicabut sesuai dengan Pasal 73 RUU Pertembakauan. "Ada protes dari Kementerian Keuangan, tidak seharusnya seperti itu," ucapnya.
Tuti juga menilai RUU Pertembakauan dapat menjadi landasan hukum bagi skenario pengembangan industri rokok di Indonesia. "Padahal seluruh dunia sudah sunset. Di tempat kita justru menjadi benteng terakhir untuk meningkatkan produksi. Sangat memalukan," kata Widyastuti.
ANGELINA ANJAR SAWITRI
Baca juga:
Cerita Jokowi yang Sempat Deg-degan Saat Jajal Panser Anoa
Trik Ernest Menggaet Putra Presiden