TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay berharap Mahkamah Konstitusi segera memutus gugatan lembaganya atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada. Putusan MK terkait uji materi UU Pilkada tersebut bisa menjadi acuan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu terkait penguatan lembaganya.
“Kami berharap putusan MK segera keluar. Sebenarnya persidangan sudah selesai sehingga putusan MK bisa jadi pedoman DPR. Tapi kalau belum keluar, ini bisa jadi masuk kembali,” kata Hadar di Warung Daun, Jakarta, Sabtu 14 Januari 2017.
KPU mengajukan uji materi Pasal 9 ayat a UU Nomor 10/2016. KPU menganggap pasal itu mengancam independensi lembaga penyelenggara pemilu. Dalam Pasal 9 ayat a, KPU harus berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam menyusun serta menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan.
Hadar menganggap jika beleid tersebut berada dalam rancangan UU Pemilu yang sedang dibahas, forum konsultasi bisa mengganggu tahapan pemilu serentak yang lebih rumit dan kompleks. “Nanti bisa bertele-tele dan memang berpotensi mengganggu. Posisi sekarang kami harap MK bisa putus segera untuk bisa menjadi bahan parlemen membuat UU,” kata dia.
Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, Lukman Edy, mengatakan lembaganya tak ingin jika kewenangan KPU menggerus kedaulatan rakyat. Sebab itu, KPU memerlukan persetujuan dari Dewan dalam tugasnya mengurusi pemilu. “Tidak bisa seratus persen KPU bisa berjalan tanpa pengawasan dari kami,” kata dia.
Meskipun mempercayai integritas KPU Pusat, ia tidak bisa menjamin kinerja KPU di daerah. “Tidak bisa juga menyatakan penyelenggara pemilu seperti malaikat,” kata Wakil Komisi Pemerintahan DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
ARKHELAUS W.