TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, tengah menimbang untuk mengambil langkah hukum atas dugaan penipuan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang mengatasnamakan pemerintah Jawa Barat yang terbongkar gara-gara nekat mengumpulkan korban penipuannya di Gedung Sate, Bandung, Kamis, 12 Januari 2017.
“Kami akan lihat, kalau korban tidak melapor, pemprov yang teramsuk dirugikan namanya karena dicatut akan melapor,” kata dia di Bandung, Jumat, 13 Januari 2017.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengaku masih menunggu perkembangan kasus tersebut. “Kalau korban tidak melapor, boleh jadi pemrov melapork supaya masuk ke ranah hukum dan dicari otak pelakunya,” kata dia.
Dia menduga, salah satu pelaku penipuan yang sempat diamankan karena mengkoodinir korbannya untuk berkumpul di Gedung Sate dengan dalih menghadiri acara pengarahan gubernur itu bukan otak pelakunya. “Yang ditangkap itu kemungkinan bukan tokoh sentralnya, perlu penelusuran lebih jauh untuk mencari otak penipunya,” kata Aher.
Aher menjelaskan, ini kasus kedua penipuan CPNS yang mengatasnamakan pemerintah Jawa Barat. Kasus pertama melibatkan puluhan orang korban penipuan perekrutan CPNS mengatasnamakan istrinya, Netty Heryawan. “Para korban melaporkan sehingga masuk ranah hukum. Istri saya di BAP sebagai saksi. Korbannya tidak sebanyak sekarang, dulu puluhan, gak sampai 50 orang,” kata dia.
Aher meminta masyarakat jangan tergoda dengan iming-iming bisa menitipkan agar diterima sebagai PNS yang meminta bayaran. “Jangan percaya titipan begitu, apapun itu namanya, ikuti jalur resmi,” kata dia.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Jawa Barat Soemarwan Hadisoemarto mengatakan, hingga saat ini masih diberlakukan moratorium penerimaan CPNS dari jalur umum oleh pemerintah pusat. “Sejak tahun 2012 tidak ada penerimaan CPNS pelamar luar, ada moratorium. Terakhir untuk honorer tahun 2014,” kata dia, Jumat, 13 Januari 2017.
Soemarwan mengaku heran dengan kenekatan pelaku penipuan CPNS itu yang berani mengumpulkan korbanya di Gedung Sate. “Yang dibawa ke sini itu mengaku akan mengikuti pelatihan selama 10 hari sebagai PNS,” kata dia.
Modus penipuan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil terbongkar gara-gara terduga pelakunya nekat mengumpulkan ratusan korbannya di Gedung Sate Bandung. Korban menyetor puluhan juta rupiah dengan imbalan Surat Keputusan Pengangkatan PNS palsu. “Kebetulan ditemukan oleh Kamdal (Keamanan Dalam) ada yang kumpul pakai seragam, katanya ada agenda pengarahan dari Pak Gubernur, mengaku pegawai baru,” kata Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja Jawa Barat, Sapta Yulianto Dasuki, di Gedung Sate, Bandung, Kamis, 12 Januari 2017.
Sedikitnya ada 200 orang yang diminta datang hari Kamis, 12 Januari 2017, bagian dari gelombang pertama untuk menghadiri Acara Pengarahan Gubernur di Gedung Sate. Rencananya seluruhnya ada 645 orang yang diminta datang bergelombang. Mereka mengantongi SK Pengangkatan PNS palsu dengan beragam posisi dari guru, hingga anggota Satpol PP, berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat.
Sapta mengatakan, ada dua orang yang diduga otak penipuan itu, salah satunya yang diamankan, sementara satu lagi kabur. Terduga pelaku penipuan yang kini digelandang ke Polrestabes Bandung yakni Lalan Suherlan, warga Babakan Cianjur, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, ternyata Anggota Satpol PP yang bertugas di Kantor Kecamatan Cihampelas, Bandung Barat. “Sudah dikonfirmasi ke Kabupaten Bandung Barat, betul PNS, sekarang sedang didalami keterlibatan apa yang dilakukan,” kata dia.
Satu pelaku yang diduga otak penipuan itu kabur. “Namanya Boni, katanya sempat ada di sini, tapi kabur,” kata Sapta.
Salah satu korban penipuan, Selly Amelia Suryana Putir, warga Kebon Kopi, Cimahi, yang sehari-harinya ibu rumah tangga, mengaku menyetor uang sediktinya Rp 50 juta. “Ada teman ngasih tahu, ada pendaftaran CPNS, diminta ijazah terakhirs sama KTP, langsugn jadi SK (Pengangkatan PNS), nah selang beberapa hari, keterima SK-nya,” kata dia di Bandung, Kamis, 12 Januari 2017.
Selly mengatakan, ketua yang mengatur penerimaan pegawai yang diikutinya itu bernama Boni dan Lalan. “Boni itu ketuanya, Ketua Bela Negara, sama Lalan. Bayar, kita dulu diminta Rp 80 juta, Cuma saya ngasih Rp 50 juta. Dikasih seragam sama SK, baru 80 persen, kalau mau masuk diminta Rp 5 juta lagi,” kata dia. Dia mengaku mendapat kuitansi dari setoran uang yang diberikannya. “Kuitansinya ada saya gak bawa.”
Dia mengaku, dijanjikan menjadi PNS tapi belum tahu penempatannya. “Belum ada penempatan, masih umum,” kata Selly.
AHMAD FIKRI