INFO JABAR - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, selaku Ketua Umum Pengurus Besar Pekan Olahraga Nasional XIX dan Peparnas XV/2016 Jawa Barat, mengumumkan hasil tes doping dari Laboratorium Anti Doping di New Delhi, India. Sebanyak 12 atlet PON dan dua atlet Paralimpian positif memakai doping.
“Kami tidak menoleransi prestasi dengan kecurangan. Namun pembatalan medali tidak mengubah urutan juara Pon dan Peparnas,” kata Aher saat mengumumkan hasil tes doping para atlet tersebut di Ruang Sanggabuana Gedung Sate, Jalan Diponegoro Nomor 22, Kota Bandung, Senin, 9 Januari 2017.
Menurut Aher, dengan adanya penyalahgunaan atau pelanggaran tersebut, PB PON ke-19 dan Peparnas ke-15 Tahun 2016 Jawa Barat akan memberikan sanksi sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Anti Doping Indonesia 2015, yakni diskualifikasi hasil perorangan.
Aher menyerahkan hasil penemuan tersebut kepada dewan disiplin Kementerian Pemuda dan Olahraga, melalui Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI), yang akan membentuk Dewan Disiplin. Melalui forum tersebut, para atlet yang terkena doping bisa melakukan pembelaan diri atau banding. “Kami ingin mensosialisasikan program antidoping, tapi ini ada atlet melakukan tindakan tidak terpuji untuk meningkatkan kinerja fisik. Ini penipuan,” katanya.
Pada 29 September 2016 dikirim sampel doping dari 476 atlet PON. Hasilnya, 464 atlet dinyatakan negatif dan 12 atlet positif. Mereka berasal dari empat cabang olahraga, yaitu menembak (2 atlet), berkuda (1), binaraga (8), dan angkat berat (1). Para atlet tersebut berasal dari kontingen Jawa Barat (4 atlet), Jawa Tengah (3), Bengkulu (1), DI Yogyakarta (1), Bangka Belitung (1), Kalimantan Timur (1), dan Riau (1).
Adapun untuk atlet atau paralimpian Peparnas, dari 130 sampel paralimpian yang dikirim, sebanyak 128 sampel negatif dan 2 positif doping. Paralimpian tersebut berasal dari cabang olahraga atletik (1) dan tenis meja (1). Mereka berasal dari kontingen Jawa Barat dan Maluku.
Pengambilan sampel urine para atlet dan paralimpian ini dilakukan secara acak atau random. Atlet dan paralimpian yang diambil sampelnya adalah para pemegang medali emas dan perak, juga pemecah rekor nasional.
“Dewan Disiplin akan memberi ruang kepada para atlet untuk menyampaikan atau hiring, jadi ada mekanisme yang harus ditempuh. Bisa saja ternyata dia menjadi ‘tidak’ karena dengan alasan atau berbagai pertimbangan,” kata Wakil Ketua Umum KONI Pusat Inugroho.
Para atlet juga diberi waktu selama dua minggu untuk melakukan banding atas hasil tes doping tersebut. Apabila hasil tes telah final, mereka terancam hukuman pencabutan medali dan bonus, serta sanksi empat tahun skorsing tidak bisa mengikuti berbagai event olahraga.
(*)