TEMPO.CO, Jakarta - Setahun sudah Agus Rahardjo memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Di bawah kepemimpinannya, KPK tercatat melakukan 17 operasi tangkap tangan. Jumlah terbanyak sejak lembaga antirasuah ini berdiri pada 2010.
Rajinnya penyidik membongkar rasuah sepanjang 2016 patut diacungi jempol. Sayangnya, banyaknya kasus yang ditangani itu tak diiringi penambahan sumber daya. Akibatnya, kasus-kasus lama yang ditargetkan kelar pada 2016 terbengkalai.
"Bukan berarti kami lupakan. Rencana memang semua kasus sebelumnya, kami akan selesaikan tahun 2016, tapi ternyata tidak bisa. Mudah-mudahan bisa selesai tahun ini," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Senin, 9 Januari 2017.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sedikitnya kapasitas penyidik membuat kasus-kasus lama itu tertunda. Sebabnya, tak sedikit penyidik kasus lama juga merangkap jadi menyidik kasus yang baru. Sehingga penyelesaian kasus tidak bisa fokus dan belum bisa dikerjakan dengan baik.
Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya itu, Agus tengah melakukan rekrutmen besar-besaran untuk menambah penyelidik, penyidik, maupun penuntut umum. Sebanyak 131 tenaga baru mulai masuk awal tahun ini. Rencananya, tahun ini KPK akan menambah lagi sekitar 400 orang.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif berujar, sedikitnya penyidik KPK hanya satu dari sekian alasan lain lembaganya lambat menuntaskan utang lama. Alasan lain adalah belum matangnya kasus untuk dikirim ke penuntutan. Biasanya, kata dia, mentahnya kasus disebabkan KPK belum bisa memfinalkan perhitungan kerugian negara.
Menurut La Ode, dalam menghitung kerugian negara KPK bergantung pada instansi lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan. "Yang menghitung itu bukan KPK tapi melibatkan instansi lain apakah BPKP atau BPK. Misalnya kasus e-KTP, Pelindo, Siti Fadilah, Gubernur Sultra, kami sedang menunggu itu saja. Kalau sudah selesai itu pasti segera naik," ucapnya.
MAYA AYU PUSPITASARI