TEMPO.CO, Semarang - Sejumlah organisasi dan komunitas masyarakat di Kota Semarang mendeklarasikan Gerakan Tolak Hoax. Deklarasi yang dilakukan hari ini sebagai komitmen mengkampanyekan gerakan anti berita hoax yang cenderung memecah belah bangsa.
“Semarang adalah satu dari enam kota yang menggelar deklarasi serentak 8 Januari,” kata Koordinator Gerakan Anti-Hoax Semarang, Farid Zamroni Mardiyansyah, Ahad, 8 Januari 2017.
Farid menjelaskan, terdapat enam kota selain Semarang yang ikut mendeklarasikan gerakan itu. Keenam kota itu adalah Wonosobo dan Solo untuk kawasan Jawa Tengah. Selain itu, ada Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Yogyakarta juga akan deklarasi pekan depan. “Di Semarang ada 35 organisasi yang terlibat, maka total di Jateng yang mendukung lebih dari 100 organisasi,” tuturnya.
Deklarasi anti-hoax yang dilakukan di kawasan bebas kendaraan bermotor (car free day) Jalan Pahlawan, Kota Semarang, pukul 06.30, ini dihadiri ratusan pendukung dengan mengenakan kaus berwarna biru tua tertera tulisan “Turn Back Hoax” berlatar belakang bangunan Lawangsewu.
Dalam pembacaan deklarasi, Farid menolak segala jenis hoax untuk menghindari segala ujaran kebencian, untuk meninggalkan semua majelis permusuhan. “Karena kita satu bangsa, satu langit menaungi, satu ibu pertiwi menyayangi,” kata Farid dalam deklarasi.
Terdapat sejumlah tokoh membacakan prosa secara berantai dengan judul “Mengapa Kami Tolak Hoax”. Di antara para Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Kamar Dagang dan Industri Kota Semarang Arnaz Agung, Sekjen Ikatan Guru Indonesia Mampuono, dan GM Star Hotel Semarang sebagai wakil Pegiat Wisata Benk Mintosih.”
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan agar publik menghentikan penyebaran berita permusuhan, adu domba, fabrifikasi cerita, dan kebohongan yang disebarkan lewat media sosial. “Demi masa depan kita, masa depan anak-anakmu, demi Indonesia,” ujarnya. “Agar kita bisa beribadah dengan tenang, memuja dan memuji Tuhan, atas nikmatnya pada negeri yang damai ini.”
Ganjar menyebutkan Indonesia menduduki peringkat terbawah dalam kemampuan literasi. “Tapi di tingkat kecerewetan nomor lima di dunia. Jadi kita itu jago cerewet tanpa literasi,” katanya.
Kondisi ini menjadikan mudah menyebarnya berita sumir, bohong, bahkan cenderung fitnah. Mayoritas masyarakat yang pada dasarnya sudah malas membaca menjadi mudah diprovokasi atau dipengaruhi kabar-kabar yang tidak benar.
Oleh karena itu, Ganjar berpesan, “Saya titip, mulai pagi ini jaga perilaku kita. Jaga omongan kita terutama dalam menggunakan media sosial. Hoax yang bikin hoek ini sudah meresahkan.” Ia meminta masyarakat untuk berani jujur. “Ayo berani jujur, jangan pakai anonim, tabayun, dan demi Indonesia, hentikan penyebaran fitnah dan berita bohong,” katanya.
EDI FAISOL