TEMPO.CO, Jakarta - Kasus operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Bupati Klaten Sri Hartini membuka mata masyarakat bahwa praktek jual-beli jabatan bukan isapan jempol belaka. Angkanya pun fantastis, antara Rp 10 juta dan Rp 400 juta, dengan berbagai posisi jabatan, mulai tingkat eselon II hingga IV.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menduga praktek ini berpotensi terjadi di daerah-daerah lain. “Dugaan kami, selain Klaten, ada ratusan kabupaten lain yang akan mengikuti jejak Klaten,” kata Ketua KASN Sofian Effendi kepada Tempo.
Menurut dia, potensi itu diketahui dari 278 aduan yang diterima KASN sepanjang 2016. Kebanyakan pelanggaran terjadi di luar Jawa. Ratusan aduan itu menyangkut sejumlah jenis pelanggaran pengisian jabatan pimpinan tinggi, seperti pelanggaran sistem merit, kode etik, dan netralitas.
Baca juga:
Suap Bupati, Ini Daftar Harga Jabatan di Pemkab Klaten
Siapa di Balik Jokowi Undercover? Ini Jawaban Keluarga
Potensi jual-beli jabatan ini pun terindikasi dari banyaknya daerah yang belum melaksanakan seleksi terbuka eselon I dan eselon II di kawasannya. Dari 514 kabupaten, 116 di antaranya belum melaksanakan seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi.
Komisioner KASN, Waluyo, mengkhawatirkan jual-beli jabatan akan makin marak menjelang pemilihan 101 kepala daerah yang akan dilaksanakan 15 Februari 2017. Ia meyakini ada tebar janji jabatan oleh para calon kepala daerah inkumben ataupun kandidat baru.
KASN pun telah melakukan penelitian terhadap maraknya kasus jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah. Hasilnya, 90 persen dari 29.113 jabatan diperkirakan telah dilelang di pasar kerja. “Kami akan mengetatkan pengawasan,” tutur Waluyo.
MITRA TARIGAN | S. DIAN ANDRYANTO
Simak:
Harga Cabai Rawit di Sorong Setara Ponsel Murah Meriah