TEMPO.CO, Solo - Kabar bohong alias hoax yang sering beredar di media sosial bukan hanya seputar kabar politik serta isu suku, agama, ras serta antargolongan. Beberapa kali kabar bohong menyerang sebuah produk atau merek tertentu.
Presiden Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Solo, Retno Wulandari mengatakan pembuat kabar bohong serta orang yang menyebarnya mungkin tidak berpikir mengenai dampak yang ditimbulkan. "Padahal bisa berdampak pada mata pencaharian ratusan atau ribuan orang yang bekerja di sebuah perusahaan," katanya, Kamis 5 Januari 2017.
Dia mencontohkan, beberapa kali beredar informasi bohong yang menyebut adanya produk-produk tertentu yang mengandung babi. "Informasi itu seolah-olah berasal dari sebuah lembaga kredibel," katanya.
Baca juga:
5 Langkah Menghindari Penyebaran Berita Hoax
Dirjen Kebudayaan: Profesor dan Doktor pun Percaya Hoax
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, kabar hoax tersebut berpotensi mengancam pemasaran produk yang disebutkan. Pihak perusahaan biasanya baru mengetahui adanya kabar bohong itu setelah menyebar luas di masyarakat. Menghadapi hal semacam itu, Retno menyarankan produsen tidak boleh panik saat mendapat serangan fitnah. "Upaya untuk melakukan klarifikasi harus dilakukan secara terencana sehingga bisa efektif," katanya.
Salah satunya, kata Retno, perusahaan harus melek sosial media sejak awal sebagai langkah antisipasi menghadang serangan fitnah di media sosial. "Aktivitas di sosial media merupakan cara perusahaan menyapa konsumennya," ujarnya.
Baca juga:
Ujaran Kebencian Dianggap Lebih Penting dari Penodaan Agama
Penyebab Berita Hoax Beredar: Masyarakat Kurang Banyak Baca
Dia mengakui, klarifikasi melalui situs, media sosial dan media massa mungkin masih kalah gencar dibanding berita hoax yang tersebar. "Namun paling tidak pesan ini bisa sampai kepada konsumen yang cerdas," ucap dia.
Selain itu, perusahaan juga bisa bekerja sama dengan para seleb di media sosial. "Bisa juga menggunakan endorse," katanya. Selain itu, keberadaan komunitas anti-hoax juga akan banyak membantu perusahaan yang menjadi korban fitnah dan kabar bohong.
AHMAD RAFIQ