TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berencana untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja pembantu rumah tangga (PRT) yang bekerja multitasking atau bekerja tanpa durasi waktu yang pasti di luar negeri. “TKI tetap boleh bekerja pada sektor rumah tangga, namun dengan keahlian atau jabatan serta jam kerja tertentu,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis 5 Januari 2016.
Menurut Hanif, idealnya seorang PRT yang bekerja di luar negeri harus memiliki keahlian tertentu. Sehingga tidak mengerjakan semua tugas rumah tangga. Termasuk penentuan jam kerja, agar mereka bekerja sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Hanif menargetkan pada tahun ini akan mulai diterapkan kebijakan zero penata laksana rumah tangga (PLRT). Tujuannya agar tak ada lagi TKI di luar negeri yang mengerjakan semua urusan pekerjaan rumah tangga atau biasa disebut kerja borongan.
Menurut Hanif, kerja multitasking sudah tidak diperbolehkan lagi. “Ini yang oleh pemerintah disebut Zero PLRT.Perubahan dari TKI unskilled ke pekerja prosefional. Kebijakan ini berlaku untuk semua negara.”
Hanif menyebutkan telah melakukan negosiasi dengan sejumlah negara untuk membicarakan kerja ihwal PRT. Intinya pemerintah meminta agar PRT menempati jabatan pekerjaan tertentu dan jam kerja tertentu.
Baca: 52 Pulau di Gorontalo Utara, Rawan Jadi Sembunyi Teroris
Menurut Hanif, negara-negara yang sudah berkonsolidasi yakni Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Brunai. Ditargetkan pada tahun ini dapat dicapai kesepatakan baru perjanjian kerja sama ketenagakerjaan dengan negara-negara tersebut. Jabatan-jabatan baru yang sedang dinegosiasikan di antaranya pengasuh anak, perawat orang tua, tukang masak, tukang bersih-bersih, dan tukang kebun.
Hanif menyarankan agar PRT di luar negeri yang biasa bekerja multitasking tak perlu pulang ke Indonesia. Nantinya mereka hanya menyesuaikan dengan kebijakan baru tersebut. Para PRT akan mendapatkan beberapa bidang pekerjaan sesuai keinginan mereka.
Sampai saat ini, menurut Hanif, masih banyak TKI yang bekerja sebagai PLRT di negara-negara Asia Pasifik, terutama Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura dan Brunai. Mereka bekerja multitasking dengan waktu kerja yang kurang jelas.
Kebijakan Zero PLRT tidak berarti penghentian dan pelarangan TKI bekerja pada sektor domestik. Tetapi transformasi dari PLRT menjadi tenaga kerja profesional yang bekerja dalam jabatan, waktu kerja, hari libur, lembur dan cuti yang jelas.
Simak: Anggota Paspampres yang Beli Senjata di AS Tak Kena Sanksi
Wacana ini sebenarnya pernah dilontarkan oleh Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Tenaga Kerja, Soes Hindarno pada 19 Mei tahun lalu melalui siaran pers. “Harapannya bertahap, pada 2018 proses itu sudah semuanya profesional. Artinya, bekerja di perusahaan, bukan di rumah tangga sebagai pekerja domestik,” katanya waktu itu.
Soes mengatakan bahwa PRT yang bekerja secara multitasking telah dihentikan sejak Mei 2015 di 19 kawasan Timur Tengah. Sejak 26 Mei 2015, pemerintah telah menerbitkan Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah. Target penghentian pengiriman tenaga kerja multitasking ke luar negeri mulai 2017 merupakan permintaan Presiden Joko Widodo.
Baca:Kapuspen TNI: Pembelian Senjata Paspampres di AS Legal
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Nusron Wahid pada Agustus tahun lalu telah membeberkan rencana itu. Menurut dia, pemerintah akan memberlakukan jam kerja selama 8 jam per hari bagi TKI di luar negeri. Dia juga menganjurkan agar TKI ditempatkan di dalam asrama seusai jam kerja agar tidak lagi tinggal di rumah majikan.
Menurut Nusron, bila TKI dipekerjakan lebih dari delapan jam, harus diberlakukan uang lembur. Selain itu, Indonesia akan memberlakukan penempatan TKI melalui penyalur sebagai majikan. Bukan secara langsung orang per orang antara TKI dan majikan rumah tangga langsung, seperti yang terjadi selama ini.
Nusron menjelaskan, penempatan TKI di luar rumah majikan meniru housing service yang diberlakukan di Jepang. Pekerjanya pulang pada sore hari. Sedangkan penerapan agen penyalur TKI sebagai majikan bertujuan agar tidak membebani pemerintah saat terjadi masalah. “Tidak lagi harus menghadapi sejumlah majikan masing-masing.”
Berdasarkan data BNP2TKI, saat ini terdapat 1,3 juta TKI yang bekerja di luar negeri secara non-prosedural atau ilegal. Sebanyak 19 ribu orang dideportasi setiap tahun. Itu sebabnya, Nusron menegaskan bahwa BNP2TKI ingin menuntaskan masalah TKI ilegal dalam waktu enam tahun ke depan. Termasuk di beberapa daerah di NTB, seperti Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa.
AVIT HIDAYAT | SUPRIYANTO KHAFID