TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI masih mendalami kasus penyebaran fitnah yang melibatkan penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono.
"Penyidik melakukan pendalaman materi di medsos," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa, 3 Januari 2017.
Boy menuturkan, kasus ini terkuak dari hasil penelusuran polisi di media sosial sejak Desember 2016. Dari hasil penyelidikan sementara, Bambang ternyata menjual bukunya secara langsung dengan mempromosikannya melalui akun jejaring sosial Facebook miliknya dan selebaran. "Akun Facebook Bambang Tri selama ini dijadikan sebagai media pemasaran," kata dia. Bambang Tri saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan polisi sudah menahannya.
Buku Jokowi Undercover diduga ditulis tanpa didukung data primer dan sekunder yang dapat dipertanggungjawabkan. "Tersangka tidak memiliki dokumen pendukung sama sekali terkait tuduhan pemalsuan data Bapak Jokowi saat pengajuan sebagai calon presiden di KPU," kat Boy.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Rikwanto menambahkan, tersangka diduga menebar kebencian melalui buku tersebut.
Menurut Rikwanto, tuduhan dan sangkaan yang dimuat pada buku tersebut semuanya didasarkan atas sangkaan pribadi tersangka. Analisis fotometrik yang diungkapkan tidak didasari keahlian apa pun, namun hanya persepsi dan perkiraan tersangka pribadi.
"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat," kata Rikwanto.
Baca:
Bambang Tri: Menulis Jokowi Undercover untuk Bela Negara
Ditanya Soal Buku Jokowi Undercover, Ini Kata Paman Jokowi
Dia menuturkan, perbuatan Bambang menebarkan kebencian kepada keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak tahu-menahu tentang G-30 tahun 1965 dan pemberontakan di Madiun 1948.
Perbuatan tersangka, kata Rikwanto, juga menebarkan kebencian kepada kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers terkait pernyataan Bambang Tri Mulyono pada halaman 105 bahwa Jokowi-Jusuf Kalla adalah pemimpin yang muncul dari dan dengan keberhasilan media massa melakukan kebohongan kepada rakyat.
"Selain itu, pada halaman 140, ia menyebut Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali adalah basis PKI terkuat se-Indonesia, padahal pada 1966, PKI sudah dibubarkan," katanya.
Rikwanto menambahkan sejauh ini saksi-saksi yang telah diperiksa antara lain dua anggota Polri Polda Jawa Tengah. Sementara saksi-saksi ahli yang dihadirkan antara lain ahli Informasi dan Transaksi Elektroni, bahasa, sejarah, dan sosiologi.
Barang bukti yang disita dalam kasus ini antara lain perangkat komputer, handphone tersangka, flashdisk, buku "Jokowi Undercover" tulisan tersangka, dokumen data Presiden Jokowi saat pilpres dari KPU Pusat, KPU DKI Jakarta dan KPU Surakarta, dan pemeriksaan labfor dan cyber.
Tersangka Bambang Tri Mulyono telah dititipkan penahanannya di Rutan Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kepada tersangka disangkakan dengan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang sudah mengalami perubahan dari UU Nomor 11 Tahun 2008 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 45 huruf a ayat 2 jo Pasal 28 UU Ayat 2 Nomor 11 Tahun 2008 berkaitan dengan menebarkan kebohongan atau rasa kebencian pada kelompok masyarakat tertentu.
ANTARA
Baca juga:
11 Wanita Jadi Tersangka KPK Sepanjang 2016
Nakhoda KM Zahro Express Tersangka, Bagaimana Nasib ABK