TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Iskandar Marwanto, mendakwa Amran H. Mustary telah menerima uang suap dari sejumlah pihak untuk memuluskan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.
Dalam dakwaannya, tim jaksa penuntut umum menilai Amran telah menerima duit saat menjabat Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara.
“Patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” kata Iskandar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 28 Desember 2016.
Iskandar menjelaskan, Amran tidak melakukan ini sendiri. Terdakwa bersama Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Musa Zainuddin mengupayakan usulan program aspirasi Anggota Komisi V DPR untuk pembangunan atau rekonstruksi jalan di wilayah Maluku dan Maluku Utara.
Menurut Iskandar, proyek pembangunan itu bakal dikerjakan beberapa pihak. Mereka adalah PT Windhu Tunggal Utama, PT Cahaya Mas Perkasa, PT Sharleen Raya (JECO Group), PT Papua Putra Mandiri, dan CV Putra Mandiri. Amran pun diduga menerima duit dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Iskandar menyebutkan Amran bersama beberapa anggota Komisi V DPR tersebut diduga menerima uang dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, senilai Rp 7,275 miliar dan 1,143 juta dolar Singapura.
Mereka juga diduga menerima duit senilai Rp 4,98 miliar dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kong Seng alias Aseng, duit dari Hong Arta John Alfred selaku Direktur PT Sharleen Raya senilai Rp 500 juta, dan dari Komisaris PT Papua Putra Mandiri, Henock Setiawan alias Rino, senilai Rp 500 juta.
Selain itu jaksa penuntut umum menduga ada aliran duit dari Charles Frans alias Carlos selaku Direktur CV Putra Mandiri senilai Rp 600 juta.
Namun Iskandar mengatakan penerimaan duit untuk Amran dalam surat dakwaan tercatat senilai Rp 455 juta. Uang itu berasal dari Abdul Khoir atas permintaan Amran yang rencananya dijadikan uang saku untuk anggota Komisi V DPR saat melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada 6-9 Agustus 2015. Selain itu, duit senilai Rp 2,6 miliar sebagai fee. Duit itu telah ditukar dalam bentuk mata uang dolar Amerika.
Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor, Fahzal Hendri, mempersilakan Amran mengajukan eksepsi. “Bukan materi, pokok dakwaan, tapi formalitas apakah surat dakwaan memenuhi syarat,” kata dia.
Adapun dalam sidang perdana ini, Amran tidak mengajukan eksepsi. Namun dia bersama tim kuasa hukum menilai ada beberapa catatan dalam materi pokok dakwaan yang perlu diluruskan.
Majelis hakim bakal menggulirkan sidang berikutnya dengan memanggil beberapa saksi dari jaksa penuntut umum. Ada sekitar 5 saksi dari unsur pejabat Kementerian PUPR yang bakal dimintai keterangan di persidangan selanjutnya.
DANANG FIRMANTO