TEMPO.CO, Jakarta - Luas hutan bakau di Kota Ternate, Maluku Utara, menyusut hingga 90 persen. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyatakan hutan bakau hanya tersisa di empat lokasi. Luasnya tak lebih dari 100 meter dan ukuran pohonnya berdiameter besar.
Bakau di Ternate yang terancam hilang rata-rata merupakan jenis Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Ipomoea pes-caprae, dan Avicennia marina. Hutan bakau di beberapa kelurahan, seperti Kelurahan Sulamadaha, Takome, Mangga Dua, dan Kalumata, memiliki 35 jenis bakau dari 29 marga dan 23 suku.
Kondisi pantai yang langsung berbatasan dengan tebing terjal membuat bakau jenis itu kurang dapat berkembang dengan baik. Padahal hutan bakau kawasan pantai Ternate merupakan daerah “asuhan” (nursery ground), daerah mencari makan, dan daerah pemijahan berbagai jenis biota perairan, seperti ikan, udang, dan kerang. "Kalau kita lihat di lapangan mungkin luasan hutan mangrove hanya tinggal 5 persen," ucap tokoh pemuda Kelurahan Gambesi, Ikram Sangaji, Selasa, 27 Desember 2016.
Ikram mengatakan nyaris habisnya hutan bakau umumnya akibat reklamasi yang marak di Ternate. Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya bakau untuk kehidupan yang masih rendah kian mempercepat proses berkurangnya luasan hutan bakau di Ternate.
Menurut Ikram, pada 1990-an, hutan bakau di Ternate banyak dijadikan tempat mencari ikan. Saat itu, tak sedikit warga yang menggantungkan hidup pada hutan bakau, terutama untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan pasokan ikan. "Sekarang sudah tidak lagi."
Senada dengan Ikram, Muhammad Aditiya, pegiat Kelompok Pencinta Laut Maluku Utara, menuturkan hutan di Ternate umumnya menjadi habitat ikan, udang, dan kerang. Di sejumlah lokasi bahkan masih ditemukan beberapa jenis ikan yang bisa dijadikan modal untuk menarik wisatawan. Namun, ujar Aditiya, jumlah dan luas hutan sudah tidak banyak lagi. “Padahal, jika bakau benar-benar dimanfaatkan, hasilnya sangat positif."
BUDHY NURGIANTO