TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menandatangani kerja sama untuk menyusun indeks risiko terorisme. Informasinya mencakup hingga tingkat kabupaten dan kota. "Sehingga ada gambaran serta menjadi landasan pemantauan dan evaluasi penanggulangan terorisme," ucap Kepala BPS Suharyanto di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa, 27 Desember 2016.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan, melalui kerja sama ini, lembaganya berharap memiliki data yang signifikan untuk mengukur indeks risiko terorisme hingga tingkat kabupaten. "Kami ingin mengolah penanggulangan teroris secara terintegrasi, dari hulu sampai hilir," ujarnya.
Suharyanto menuturkan Indonesia belum memiliki survei tentang terorisme. Belum ada data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menyusun peta jalan penanggulangan terorisme mendatang.
Menurut Suharyanto, Indonesia harus meniru Global Terrorism Index (GTI) yang dikeluarkan Institute for Economic and Peace. Dalam publikasinya, GTI memberi penjelasan yang kompleks, mulai kenapa teror terjadi, tren pergerakannya, strategi yang berjalan, hingga dampaknya pada perekonomian. "Di ranah nasional, (kita) tidak memiliki analisis sekomprehensif ini. Harus kita pecahkan," katanya.
Melalui data dan informasi statistik, BNPT berusaha mengungkap akar masalah penyebab terjadinya teror berikut langkah-langkah penanggulangannya. BNPT, ucap Suhardi, akan membutuhkan semua data yang berkaitan dengan masalah ideologi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang berkaitan dengan GTI. "Teman-teman BPS punya. Kami bisa implementasikan dengan situasi dan kondisi yang aktual," ujar Suhardi.
AHMAD FAIZ