TEMPO.CO, Semarang – Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Semarang mengklaim fenomena “om telolet om”, yang berawal dari kreasi suara klakson, mampu meningkatkan minat publik untuk menggunakan angkutan bus. Suara “telolet” yang kini banyak diburu publik untuk direkam saat bus lewat menjadikan masyarakat mencintai salah satu moda angkutan umum itu.
“Tak hanya anak-anak, saat ini publik mulai minat naik bus karena berharap ada klakson telolet,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organda Kota Semarang, Wasi Darono, Senin, 26 Desember 2016.
Menurut Darono, klakson telolet merupakan kreasi para pengemudi yang tak disangka mampu membetot perhatian publik. “Sebenarnya itu kreasi saja, seperti menghias mobil pribadi. Tapi ini kreasi suara klakson untuk angkutan umum,” ucapnya.
Meski tak menjelaskan perbandingan animo publik terhadap bus setelah “om telolet om” merebak, Darono menyebutkan keberadaan bus antarkota-antarprovinsi di Pantai Utara Jawa mulai bersaing memodifikasi klakson telolet untuk memanjakan pengguna. Para pengemudi mengaku klakson bersuara khas telolet banyak dipilih penumpang.
Menurut Darono, selama ini para pengusaha angkutan bus di Kota Semarang yang tergabung dalam Organda tak melarang pengemudinya yang memasang klakson telolet. Dia menilai keberadaan klakson telolet justru menjadi evaluasi bagi Organda agar kreatif dalam menarik minat penumpang.
“Keberadaan pengguna menjadikan kami kreatif termasuk dengan menggunakan klakson telolet,” katanya.
Andi Tiansyah, anggota komunitas Bus Lover yang juga pengemudi bus PT Kanaya Kanaya Trans Wisata Jakarta, menyatakan “om telolet om” memang sedang marak. Bahkan, ia menyebutkan, saat ini pengguna bus yang memesan layanan wisata sering meminta layanan khusus klakson telolet. “Itu di luar fasilitas layanan kabin lain, seperti televisi, video, AC, dan Wi-Fi,” kata Andi.
Andi mengaku perusahaan bus tempatnya bekerja tetap tidak menaikkan tarif kendati telah melayani permintaan klakson telolet. Menurut dia, penggunaan klakson khusus itu hanya menggunakan sistem udara yang bisa diproduksi ketika mesin bus menyala. “Sederhana, suara tolelot muncul karena tekanan angin yang diproduksi mesin,” katanya.
EDI FAISOL