TEMPO.CO, Mataram - Stasiun Meteorologi Bandar Udara Sultan Salahuddin Bima memperkirakan secara umum cuaca buruk di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat, akan berlangsung hingga tiga bulan. Ini terjadi jika ada tekanan rendah di selatan Bali Nusa Tenggara atau sekitar Darwin dan Australia Barat sebagai salah satu pemicu yang dominan.
Pola arah angin dan kecepatan angin yang mencapai 3.000 feet bergerak menuju ke pusat tekanan rendah. Badai tropis atau tropical cyclone Yvette dan bertekanan rendah di sekitar Darwin, Australia, menjadi pemicu cuaca buruk karena adanya pusaran di selatan Bali. Belokan angin membawa massa udara basah. "Sehingga tumbuh dan terbentuk awan-awan convective atau awan Comulonimbus yang menggumpal meluas di atas Bima," kata Kepala Stasiun Meteorologi Bandar Udara Sultan Salahuddin Bima Darjono menjelaskan melalui telepon, Jumat, 23 Desember 2016.
Sejak siang tadi, banjir melanda Bima lagi. Ini akibat hujan deras sehingga menyebabkan jembatan Penatoi penghubung wilayah Raba dan Bima terputus. Sedangkan jembatan Padolo penghubung Kabupaten Bima dan Kota Bima dipasangi garis polisi karena retak. Listrik padam kembali. Arah banjir tidak lagi dari arah Wawo saja di lintas tengah tetapi juga dari arah Wera di utara. "Hujan turun dengan intensitas tinggi. Beberapa mobil hanyut terbawa air banjir."
Arus kendaraan bantuan logistik untuk keperluan warga juga tidak bisa masuk kota. Lalu lintas macet di dekat SPBU Ama Hami karena kendaraan akan keluar dan masuk ke dalam kota. Genangan air di Terminal Dara sudah lebih dari dua meter. "Bandara tidak banjir hari ini,’’ ujar Darjono. Cuaca di sekitar Bandara Sultan Salahuddin memungkinkan pesawat bisa datang dan pergi.
Sore tadi, salah seorang anggota Forum Wartawan Olahraga KONI Nusa Tenggara Barat Purwandi yang membawa bantuan bermacam keperluan mulai dari pakaian, selimut, makanan kering, beras, tidak bisa masuk kota. "Dua truk bantuan logistik dititipkan di Markas Brimob,’’ kata Purwandi melalui telepon kepada Tempo.
SUPRIYANTHO KHAFID