TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Yayasan Kraton Kasultanan Raja Prabu Rajasanegara, Marwah Daud Ibrahim, mendatangi Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, Rabu, 21 Desember 2016. Kedatangannya untuk mengklarifikasi rencana polisi mengosongkan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jawa Timur, dari ratusan pengikutnya.
"Kami ke sini untuk mencari detail informasi yang beredar di media terkait dengan pengosongan padepokan setelah ada penyitaan," ujarnya saat keluar dari gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur. Selain itu, Marwah, yang didampingi dua penasihat hukum yayasan, mempertanyakan penyitaan seluruh aset padepokan.
Menurut dia, lahan dan bangunan di padepokan yang ada di Dusun Cengkelak, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, tersebut tidak semuanya merupakan milik Taat Pribadi. Sebagian aset, kata dia, juga milik para santri pengikut Taat Pribadi. Dengan demikian, dia menilai para santri masih berhak tinggal di padepokan.
Anggota Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia itu meminta polisi memproses hukum perkara ini secara adil. Jika diproses secara adil, akan diperoleh solusi bersama yang bisa diterima kedua belah pihak. "Kami sangat menghormati itu," katanya. Dia menyatakan polisi adalah pengayom rakyat.
Baca juga:
Kapolri: Teroris Tangsel dan Pelaku Bom Panci Satu Jaringan
Cara Aman Berbelanja Pakai Kartu Kredit, Simak Tipsnya
Muhammad Sholeh, penasihat hukum yayasan, menuturkan masih ada sekitar 500 pengikut Taat Pribadi yang bertahan di Padepokan Dimas Kanjeng. Dia menegaskan akan melakukan perlawanan jika polisi memaksa melakukan pengosongan. "Aset padepokan itu dari santri untuk santri," tuturnya.
Polisi sebelumnya telah menyita 24 aset milik Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang tersebar di berbagai daerah, yang diduga dibeli dari uang hasil penipuan bermodus penggandaan uang dari ribuan pengikutnya. Penyitaan aset itu dilakukan setelah penyidik menetapkan Taat sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
Selain kasus TPPU, polisi menetapkan Taat sebagai tersangka kasus pembunuhan dua pengikutnya, Abdul Ghani dan Ismail Hidayah, serta kasus penipuan bermodus penggandaan uang. Kasus ini mencuat setelah Taat ditangkap di padepokannya pada Kamis, 22 September 2016. Penangkapan itu melibatkan ribuan personel.
NUR HADI