TEMPO.CO, Semarang– Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan pihaknya bersedia menghentikan pabrik PT Semen Indonesia di Rembang asalkan kebijakan itu disetujui pemerintah pusat. Pernyataan Ganjar ini menanggapi unjuk rasa warga penolak pabrik semen yang mendesak pabrik dihentikan setelah Mahkamah Agung mengabulkan gugatan warga.
“Kalau KSP (Kantor Staf Presiden) mau mengeluarkan surat menutup (pabrik) maka saya akan tutup. Tapi KSP ora ngono (tidak begitu),” kata Ganjar Pranowo saat mempertemukan warga pendukung dan penolak pabrik semen di kantornya, Selasa 20 Desember 2016.
Baca:
Kenapa Pabrik Semen di Rembang Menuai Kontroversi?
Ratusan Penolak Pabrik Semen Jalan Kaki Rembang-Semarang
Ganjar menyatakan sudah bertanya ke beberapa perwakilan pemerintah pusat soal lanjut atau tidaknya pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Dalam rapat bersama KSP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian BUMN, Ganjar bertanya satu per satu. Ia mencontohkan, sikap KSP dan Kementerian BUMN memilih sikap tidak menutup pabrik PT Semen Indonesia yang sudah berdiri itu.
Ganjar mengklaim jika pabrik semen di Rembang ditutup dirinya juga tak memiliki resiko kerugian. “Yang rugi pihak-pihak yang sudah investasi,” kata dia. Namun, Ganjar juga menyatakan selaku Gubernur Jawa Tengah dirinya harus bisa menjamin adanya investasi. “Masalah Rembang ini menjadi pembelajaran bersama-sama,” kata dia.
Ganjar mengakui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dihadapkan pada pilihan sulit. Satu sisi hakim peninjauan kembali (PK) MA membatalkan izin pendirian pabrik. Tapi di sisi lain, pabrik ini juga sudah berdiri. “Saya tahu ini sulit. Apalagi dalam putusan sudah dikunci tidak ada proses hukum setelah peninjauan kembali (PK),” kata Ganjar.
Tapi, Ganjar tampaknya jengkel dengan hakim PK MA. Sebab, hakim menggunakan dokumen yang asal-asalan sebagai pertimbangan mengabulkan gugatan warga. Ia mencontohkan ada beberapa tandatangan warga penolak yang tidak serius. Misalnya, ada di nomor 1.906 ada nama Saiful Anwar yang tertulis beralamat di Manchaster dengan pekerjaan sebagai Presiden RI. Ada juga yang bekerja sebagai Power Ranger, Ultramaen dan menteri.
Dalam pertemuan dengan warga, Ganjar menyebut satu per satu nama penolak yang aneh itu. Para warga, termasuk Gunretno dan Joko Prianto yang selama ini menolak pabrik semen mengaku tidak mengenal nama-nama itu. Ganjar juga menengarai tandatangan warga penolak itu ditulis satu dua orang. “Coba nanti bisa diteliti psikolog,” kata dia.
Setelah putusan MA, Ganjar belum menentukan sikap apakah menghentikan atau melanjutkan pabrik semen di Rembang. Sudah dibentuk tim untuk melakukan kajian. Ia masih punya waktu hingga 17 Januari 2017.
ROFIUDDIN