TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Miko Ginting, menilai arahan Kepala Kepolisian RI soal penggeledahan dan penyitaan berpotensi bertentangan dengan hukum acara pidana.
Telegram Polri tertanggal 14 Desember 2016 memberi tahu jajaran kepolisian bahwa lembaga lain yang ingin menggeledah dan menyita barang anggota kepolisian yang berperkara harus seizin Kepala Polri. Lembaga itu misalnya kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan pengadilan.
"Penggeledahan dan penyitaan merupakan upaya paksa yang diatur dalam KUHAP dan undang-undang lain yang mengatur hukum acara pidana di luar KUHAP," ucap Miko melalui pesan tertulis, Senin, 19 Desember 2016.
Miko mengatakan penggeledahan dan penyitaan sama sekali tidak memerlukan izin Kapolri. Bahkan, dalam Undang-Undang KPK, ujar dia, penyitaan oleh KPK dikecualikan dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"KPK dalam melaksanakan tugas penyidikannya dapat melakukan penyitaan tanpa memerlukan izin ketua pengadilan negeri," tuturnya.
Baca Juga:
Miko berpendapat, arahan ini dalam konteks tindak pidana korupsi juga berpeluang dijadikan alasan bagi tindakan menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice). Ini sudah diatur sebagai tindak pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Seiring dengan meningkatnya kepercayaan publik, seharusnya langkah yang dilakukan adalah mendorong pembenahan positif di tubuh Polri," kata Miko. "Arahan ini berpotensi kontraproduktif dengan semangat itu."
REZKI ALVIONITASARI