TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) akan mengajukan surat protes kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait dengan persidangan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama. Anggota ACTA, Habiburokhman, menganggap PN Jakarta Utara memberikan perlakuan istimewa kepada Ahok dalam persidangan perdana 13 Desember 2016.
"Tidak ada satu pun warga negara, termasuk Ahok, yang bisa diistimewakan dalam menjalani proses persidangan," kata Habiburokhman, yang juga politikus Partai Gerakan Indonesia Raya, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 16 Desember 2016.
Beberapa alasan membuat ACTA mengajukan surat protes. Menurut dia, majelis hakim tidak menanyakan kartu tanda pengenal advokat dan berita acara sumpah (BAS) penasihat hukum yang mendampingi Basuki dalam persidangan.
Akibatnya, dia menduga, adik Ahok yang bernama Fifi, yang diduga berprofesi sebagai notaris, bisa menjadi penasihat hukum (PH) dalam persidangan. "Saya tahu juga dari pemberitaan di media," ucapnya. "Kesalahannya, mejelis hakim tidak menanyakan dulu kartu tanda pengenal advokat."
Kedua, menurut dia, majelis hakim membiarkan Ahok kembali menyinggung soal Surat Al-Maidah dengan mengatakan ada ayat yang dipergunakan untuk memecah belah rakyat. "Ucapan Ahok tersebut patut diduga sebagai pengulangan tindak pidana penodaan agama yang melanggar Pasal 156a KUHP," ujarnya.
Selain itu, majelis hakim membiarkan pendukung Ahok, Ruhut Sitompul, memakai baju yang diduga merupakan pakaian kampanye berupa baju kotak-kotak. "Coraknya sama persis dengan baju kampanye pasangan nomor urut 2," tuturnya.
Habiburokhman mengatakan pengadilan juga seolah memberikan keistimewaan kepada Ahok dengan memberikan ruang khusus. Ia menyatakan hal itu setelah tersebar foto yang memperlihatkan Ahok dipeluk seorang wanita. "Poinnya, kenapa dikasih di ruang khusus itu," ucapnya.
Dihubungi secara terpisah siang ini, Kepala Hubungan Masyarakat PN Jakarta Utara Hasoloan Sianturi membantah pihaknya memberikan perlakuan khusus dalam persidangan Ahok. Menurut dia, pengadilan tidak pernah membedakan dan memberikan kekhususan kepada terdakwa yang menjalani persidangan. "Setiap perkara sama, tidak pernah kami bedakan," ujarnya.
Terkait dengan ruangan yang dipersoalkan Habiburokhman, dia menuturkan itu adalah ruangan yang lazim digunakan sebagai ruangan tunggu terdakwa. "Kami tidak memberikan ruangan khusus, semua ruangan sama," kata Sianturi.
ARKHELAUS W.