TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengingatkan penegak hukum untuk mencermati pola baru rekrutmen calon teroris. Perubahan pola rekrutmen pengantin bom bunuh diri tersebut harus diwaspadai karena berpotensi terus dilakukan dalam jumlah besar.
"Beberapa tempat yang harus diwaspadai di antaranya kampus dan lingkungan perkantoran. Mereka akan menyasar wanita muda yang mengalami kekecewaan,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris, seperti dilansir Koran Tempo edisi Kamis, 15 Desember 2016.
Pada Sabtu, 10 Desember 2016, Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI menangkap Dian Yulia Novi di rumah kosnya di Jalan Bintara Jaya, Kota Bekasi. Perempuan yang kerap menggunakan cadar itu diduga akan melakukan bom bunuh diri di Istana Kepresidenan.
Selain itu, polisi menangkap M. Nur Solihin dan Agus Supriyadi. Ditangkap juga tiga rekannya di Jawa Tengah. Mereka diduga merupakan jaringan teroris anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) asal Indonesia, Muhammad Bahrun Na’im Anggih Tamtomo alias Bahrun Naim.
Jaringan teroris, menurut Irfan, kini menyasar perempuan untuk dijadikan “pengantin” atau pelaku bom bunuh diri dalam menjalankan aksinya. Pemilihan itu untuk mengecoh penegak hukum. Sebab, selama ini, pelaku teror di Indonesia selalu identik dengan laki-laki. “Perempuan juga dianggap lebih mudah dipengaruhi, terutama mereka yang memiliki masalah dalam keluarga,” ucap Irfan.
Alasan lain, tutur Irfan, kaum Hawa dianggap lebih militan dalam menjalankan aksinya, apalagi mereka yang merasa menjadi korban dalam konflik keluarga atau perceraian. “Ketika dicuci otaknya dengan pemahaman radikal, mereka bisa dengan militan menjalankan misinya.”
Baca: Sebut Bom Panci Pengalihan Isu? Eko Patrio Dipanggil Polisi
Eks kombatan Afganistan, Moro, dan Ambon, Ali Fauzi, mengatakan perempuan calon pengantin bom bunuh diri yang siap menjalankan aksinya kini berjumlah puluhan orang. Menurut dia, penangkapan Dian tidak menjamin aksi dengan pola baru tersebut berhenti. “Masih banyak yang siap,” ucapnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Rikwanto berujar, kepolisian akan terus memotong jaringan pelaku teror. Menurut dia, menjadikan perempuan sebagai pengantin bom bunuh diri merupakan gerakan baru. “Pola rekrutmennya sama, dinikahi lalu dipengaruhi. Jika sebelumnya perempuan ini hanya ikut pengajian dan penyiapan logistik, sekarang mereka dijadikan martir,” tuturnya.
Rikwanto mengatakan pola seperti itu berpotensi terus dilakukan jaringan teroris di Indonesia dengan menyasar berbagai tempat, seperti sekolah, kampus, dan pesantren. Dia memastikan kepolisian akan memotong gerakan tersebut serta meminta masyarakat terlibat aktif dan tidak mudah dipengaruhi. “Kami melihat jaringan teror ini akan terus melakukan rekrutmen. Mereka selalu bergerak,” ucapnya.
ANGGA S. | REZKI A. | SUJATMIKO | EKO ARI