TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Perjanjian antara Republik Indonesia dan Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di bagian Timur Selat Singapura menjadi undang-undang. Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, 10 fraksi menyatakan setuju.
Wakil Ketua Komisi Luar Negeri DPR Mayor Jenderal (Purnawirawan) Asril Hamzah Tanjung mengatakan undang-undang ini menetapkan garis-garis batas laut yang berada di sebelah timur Selat Singapura. “Sehingga dapat memberikan kepastian hukum tentang wilayah kedaulatan Indonesia,” kata Asril di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Desember 2016.
Menurut Asril, perjanjian ini juga untuk melindungi kepentingan Indonesia di Selat Singapura. Selain itu, kata dia, perjanjian ini menjadi landasan bagi aparat penegak hukum menindak kejahatan lintas batas negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional.
Asril menilai perjanjian ini juga memperkuat dasar hukum dalam penataan ruang dan kebijaksanaan dalam pengelolaan sumber daya di kawasan tersebut. “Ini mendorong kerja sama kedua negara di berbagai bidang, termasuk pengelolaan perbatasan,” kata dia. Tujuannya, untuk stabilitas kawasan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengapresiasi pengesahan perjanjian penetapan garis batas Indonesia dan Singapura menjadi undang-undang. Menurut Budi, pengesahan ini adalah kewajiban konstitusi.
Adanya kepastian batas laut, ucap Budi, akan menciptakan kepastian hukum ketika berhadapan dengan Singapura. Kepastian hukum, kata dia, menjamin pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum oleh aparat pertahanan negara. “Kepastian hukum menjamin penegakan hukum dan kedaulatan oleh aparat pertahanan negara di wilayah tersebut,” ujarnya.
ARKHELAUS W
Baca juga:
Pejabat Bakamla Diduga Disuap, Ini Kronologis Penangkapannya
Peran 7 Terduga Teroris yang Akan Mengebom Istana Presiden