TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat membantu sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal yang bertujuan melindungi hutan di Kalimantan.
Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan, program kemitraan antara pemerintah Amerika Serikat, the Nature Conservancy (TNC), dan Yayasan World Wide Fund for Nature–Indonesia (WWF-I) menyetujui 14 hibah baru senilai US$ 3,3 juta (sekitar Rp 43,86 miliar).
LSM-LSM tersebut akan bekerja sama warga yang hidupnya bergantung dari hasil hutan untuk melestarikan hutan tropis, melindungi sumber daya alam dan satwa liar serta meningkatkan mata pencaharian.
Hibah ini merupakan tahap ketiga dari investasi US$ 28,5 juta (sekitar Rp 378,82 miliar) yang direncanakan untuk upaya pelestarian hutan di Kalimantan di bawah TFCA.
Perjanjian pertukaran utang dengan kegiatan pelestarian alam yang telah ditandatangani pada 2011 ini mempromosikan pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pembangunan masyarakat.
LSM-LSM itu akan melaksanakan 14 program di Kabupaten/Kota Lamandau, Damai, Kutai Barat, Berau, Kubu Raya, Malawi, Kapuas Hulu, Kayong Utara, Ketapang, Sintang, Melawi, Pontianak, Kubu Raya, Sambas, Singkawang, Bengkayang, Sanggau, Mempawah, Sekadau, dan Landak di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Mereka di antaranya Penabulu, Non Timber Forest Product Exchange Programme (NTFP-EP), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSH), Yayasan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), dan Kelompok Swadaya Masyarakat Kelola Kawasan Bersama (KSM KaKabe).
Lalu, Yayasan Penyu Berau, Yayasan Komunitas Belajar Indonesia (Yakobi), Pokdarwis Linggang Melapeh, Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT), Yayasan Bumi, Institut Pertanian Bogor (IPB), Zoological Society of London (ZSL) Bogor, Pengelola Kawasan Konservasi Gunung Menaliq, dan Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Bumi Lestari.
Selain itu, ada Komunitas Pecinta Alam Damai (KOMPAD), Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin), Jaringan Independen Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Pembangunan (JARI) Indonesia, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), dan Yayasan Titian Lestari.
“Amerika Serikat bangga dapat bekerja dengan Indonesia dan para mitra kami untuk melestarikan hutan hujan tropis yang memiliki flora dan fauna paling beragam di dunia melalui pertukaran utang dengan kegiatan pelestarian alam. Kegiatan melindungi hutan membantu melestarikan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dan memelihara kemampuan hutan untuk memberikan mata pencaharian bagi penduduk setempat,” kata pelaksana tugas Wakil Duta Besar, Mark Clark, dalam rilis Kedubes Amerika Serikat yang diterima Tempo.
Berbagai program baru ini memberikan insentif kepada masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil hutan untuk turut melestarikan hutan tropis dengan meningkatkan mata pencaharian dan berfokus pada berbagai bidang, seperti pembangunan masyarakat, penyelesaian konflik dalam pengelolaan hutan, dan ekowisata.
Beberapa program ini juga akan mendukung upaya pelestarian satwa yang hampir punah termasuk badak, pesut Mahakam, dan orangutan.
Sejak 2009, pemerintah Amerika Serikat telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya pelestarian hutan. Di bawah tiga perjanjian TFCA terdahulu, utang pemerintah Indonesia dialihkan untuk mendukung berbagai kegiatan yang melindungi hutan tropis di Sumatera dan Kalimantan.
Berbagai kegiatan tersebut membangun dasar yang kuat bagi keterlibatan daerah dalam pelestarian keanekaragaman hayati, pemanfaatan berkelanjutan, dan penyusunan kebijakan konservasi. Perjanjian TFCA Kalimantan dilaksanakan di bawah kerja sama antara pemerintah Indonesia, WWF-I dan the Nature Conservancy, dan dikelola Yayasan Kehati.
NATALIA SANTI