TEMPO.CO, Bandung - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir mengatakan kegiatan salat Subuh 1212 yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia pada Senin, 12 Desember 2016, merupakan awal dari gerakan revolusi umat muslim.
"Revolusi akan terus berjalan. Tapi revolusi ini adalah revolusi damai. Titik tonggaknya adalah salat Subuh berjaamah," kata Bachtiar dalam konferensi pers di Pusat Dakwah Islam Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin subuh.
Meski demikian, Bachtiar meminta revolusi yang didengungkan oleh umat muslim dalam gerakan ini tidak diartikan negatif. "Revolusi saya kira tidak terlalu seram didengar. Presiden Jokowi saja bilangnya revolusi mental," ujarnya.
Selain itu, kata dia, salat Subuh Berjamaah 1212 merupakan bentuk aksi lanjutan dengan misi yang sama dengan aksi doa bersama 212 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Tujuannya adalah memastikan kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahja Purnama alias Ahok tidak merugikan umat muslim.
Bachtiar berujar akan ada gerakan lainnya apabila keputusan hukum tidak berpihak kepada umat muslim.
"Keadilan harus di atas hukum. Jika output tidak melahirkan keadilan, maka ada yang salah. Indonesia negara hukum, ketika rasa keadilan umat terusik, akan berujung hal negatif bagi negara," tuturnya.
Bachtiar mengatakan tidak bisa menduga apa yang akan dilakukan umat muslim ketika keputusan hukum dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok tidak berpihak kepada mereka.
"Seluruh unsur pidana sudah terpenuhi, rakyat tidak punya pilihan. Apa yang akan dilakukan saya tidak bisa duga," ucapnya.
PUTRA PRIMA PERDANA