TEMPO.CO, Madiun - Khafid Fathoni, 22 tahun, terduga teroris yang ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian RI di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Ahad, 11 Desember 2016, berperan mencampur sejumlah bahan menjadi bom.
“Dia peracik bahan-bahan untuk dijadikan bahan peledak. Bukan perakit bom,’’ kata Kepala Detasemen C Pelopor Satuan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Timur di Madiun, Ajun Komisaris Besar Ary Nyoto Setiawan, Senin, 12 Desember 2016.
Menurut Ary, dari kediaman Khafid di Desa Walikukun, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, yang digeledah pada Ahad siang hingga malam, disita sejumlah bahan yang bisa diracik menjadi bom. Sebanyak 1,3 kilogram di antaranya berjenis triaceton triperoxide (TATP) yang memiliki daya ledak tinggi.
Ary menjelaskan, jika bahan-bahan yang diracik Khafid dijadikan bom, maka tergolong bom High Exposives. Efek ledakannya sangat dahsyat dengan radius mencapai 300 meter.
Menurut Ary, TATP memiliki sifat labil sehingga rentan meledak apabila terkena suhu panas tinggi maupun gesekan. Itu sebabnya campuran bahan yang masih dalam proses pengendapan yang ditemuakndi rumah Khafid diledakkan di Markas Komando Detasemen C Pelopor Brimob Polda Jawa Timur di Jalan Setia Budi Kota Madiun. Proses peledakannya melibatkan tim penjinak bom.
Sedangkan bahan lain yang disita dari beberapa ruangan di kediaman Khafid dibawa tim Densus 88 Antiteror ke Jakarta. Barang bukti yang belum dicampur itu terdiri dari 24 jenis. Antara lain, pupuk urea, gula pasir, dan asam nitrat.
Penyergapan Khafid oleh tim Densus 88 Antiteror merupakan hasil pengembangan dari penangkapan empat tersangka terorisme di Bekasi, Sabtu, 10 Desember 2016. Dia diketahui sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Solo, Jawa Tengah.
salah seorang warga Desa Walikukun, Sugeng Hariyanto, mengatakan setiap kali liburan kuliah, Khafid senantiasa membantu usaha orang tuanya. “Dia bertani ke sawah dan membantu usaha konveksi yang ada di rumah orang tuanya,” ujar Sugeng.
NOFIKA DIAN NUGROHO