TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Mitra Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Awi Setiyono menyatakan empat teroris yang ditangkap di Bekasi, Sabtu, 10 Desember 2016, aktif berkomunikasi dengan teroris Bahrun Na'im. Mereka berkomunikasi via telegram.
"Mereka belajarnya (mempersiapkan aksi terornya) lewat telegram," ucap Awi saat memberikan keterangan pers di kantor Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Minggu, 11 Desember 2016.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap empat terduga teroris itu, Sabtu kemarin. Mereka diduga akan melakukan serangan bom bunuh diri di depan Istana Kepresidenan pada Minggu, 11 Desember 2016. Empat orang yang telah dinyatakan sebagai tersangka itu berinisial MNS, S, AS, dan DYN.
Adapun bom yang rencananya akan mereka ledakkan di depan Istana Kepresidenan tersebut berjenis high explosive atau berdaya ledak tinggi. Pengaruh ledakannya bisa mencapai 300 meter dari pusat ledakan. Perakitannya dilakukan tersangka berinisial MNS dan dua orang yang saat ini berstatus buron.
Awi berujar, salah satu hal yang disampaikan via komunikasi telegram adalah teknik membuat bom berdaya ledak tinggi tersebut. Teknik perakitan bom perlu disampaikan via telegram karena keempat teroris yang ditangkap merupakan sel baru dari jaringan teroris Bahrun Na'im. Dengan kata lain, mereka belum menguasai teknik membuat bom.
Pada akhirnya, bom itu berhasil diamankan Densus 88 saat penangkapan teroris berinisial DYN di Bintara Jaya, Bekasi. Kala itu, bom sudah dalam kondisi jadi, dalam kemasan panci, dan siap dipakai untuk aksi bom bunuh diri.
Saat ini, menurut Awi, kepolisian masih menelusuri apa saja komunikasi yang dilakukan empat teroris itu dengan Bahrun Na'im. Apalagi, tutur dia, ada dugaan bahwa komunikasi via telegram tersebut juga berkaitan dengan pendanaan aksi teror. "Masih kami telusuri," kata Awi.
ISTMAN M. P.