TEMPO.CO, Jakarta -Tim tanggap darurat gempa Pidie Jaya, Aceh, masih kekurangan relawan untuk menangani korban dan pengungsi. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan para korban saat ini membutuhkan relawan berkeahlian khusus.
"Terutama relawan untuk trauma healing, dan penanganan kelompok rentan sepert ibu hamil, lansia, serta untuk dapur umum masih kurang," kata Sutopo di kantor BNPB, Jakarta Timur, Sabtu, 10 Desember 2016.
Sutopo menuturkan tim penanganan korban gempa juga kekurangan dokter Orthopedi. Dokter spesialis tulang dibutuhkan karena banyak korban gempa yang mengalami cedera. "Dokter Orthopedi kurang, sementara untuk relawan SAR kita sudah cukup," katanya.
Sutopo menjelaskan hingga kini hanya ada empat dokter Orthopedi yang berada di lokasi. Dua orang diantaranya berasal dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, dari RSUD Bireun satu orang, dan RS Meurexa satu orang.
Sementara sebanyak 3.962 personel dari kementerian dan lembaga diterjunkan ke Pidie Jaya, Aceh, selama masa tanggap darurat pasca gempa 7 Desember 2016. Pemerintah menetapkan masa tanggap darurat di Aceh berlangsung selama 14 hari hingga 20 Desember 2016.
Sampai hari ini bantuan terus berdatangan ke Aceh. Sutopo mengatakan BNPB mengirim bantuan melalui pesawat kargo dan hercules. Bantuan itu berupa lauk pauk siap saji, tikar, serta selimut. "Saat ini dikerahkan tenda pengungsi dan tenda keluarga," ujar dia.
Kementerian Kesehatan terus memobilisasi tenaga medis dan obat obatan. Dari Kementerian Sosial, total Rp 6,1 miliar digelontorkan untuk membantu korban meninggal dan luka. Untuk korban meninggal, dialokasikan Rp 15 juta per orang. Sedang korban luka, maksimal diberi santunan Rp 5 juta.
"Sampai tadi malam yang sudah diberikan kepada ahli waris dan dititipkan kepada kepala daerah sudah disampaikan ke 52 orang," kata Sutopo.
MAYA AYU PUSPITASARI