TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie menilai sistem pemilu tertutup mesti disertai dengan syarat partai yang harus terbuka. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu membuka peluang untuk perubahan terhadap Undang-Undang tentang Partai Politik.
"Pertimbangannya di situ, sehingga rekrutmen tidak otoritarian tapi demokratis dan transparan," kata Jimly setelah rapat dengar pendapat Panitia Khusus RUU Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Desember 2016.
Pemerintah dan DPR sedang membahas rancangan UU Pemilu. Salah satu isu krusial dari rancangan yang diajukan pemerintah adalah adanya usul mengubah sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional terbuka terbatas.
Baca: Polisi Temukan Bukti Transfer Pendanaan Rencana Makar
Menurut Jimly, sistem pemilu terbuka memiliki ekses dengan banyaknya calon peserta pemilu yang harus bersaing dengan calon di internal partai. "Jadi kita tidak memperkuat parpol. Tapi, dengan sistem tertutup, parpol diperkuat tapi syaratnya harus reformasi dan terbuka," ucapnya.
Sedangkan dengan sistem tertutup, Jimly menilai bakal membuat sistem lebih sederhana dan meminimalkan konflik internal di dalam partai. "Pengambilan keputusan kuat dan konflik internal berkurang. Partisipasi masyarakat bisa dijaga dengan sistem rekrutmen yang terbuka."
Anggota Panitia Khusus RUU Pemilu dari Fraksi Golkar, Hetifah Sjaifudian, mengatakan sistem pemilu terbuka membuka persaingan yang liberal. Jika sistem tertutup, ia mengakui sistem tersebut membuka peluang politik uang. "Maka perlu sistem kepartaian yang lebih terbuka," ujarnya. *
ARKHELAUS W.