TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung membentuk tim penuntut umum yang berisi 13 jaksa dalam sidang perkara penistaan agama yang diduga dilakukan calon Gubernur DKI Jakarta inkumben, Basuki Tjahaja Purnama.
“Tim penuntut umum berasal dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara,” ucap Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad secara tertulis pada Senin, 5 Desember 2016.
Noor mengatakan pihaknya mengerahkan 13 jaksa karena ingin menjaga integritas dan profesionalitas penegak hukum dalam menangani perkara Ahok. Noor telah menunjuk Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) Kejaksaan Agung Ali Mukartono sebagai ketua JPU kasus Ahok.
“Ali tercatat pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu,” ujarnya. Pihaknya mengakui telah menyiapkan jaksa terbaik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mohammad Rum menuturkan telah menyerahkan 51 alat bukti perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Penyerahan alat bukti tersebut dilakukan saat pelimpahan berkas perkara pada 1 Desember lalu.
Menurut Rum, Ahok dijerat dakwaan alternatif, yakni Pasal 156 dan 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pada Pasal 156 huruf a KUHP, Ahok terancam hukuman 5 tahun penjara. Sementara untuk Pasal 156 KUHP, ia terancam hukuman lebih ringan, yaitu 4 tahun penjara.
Dia menjelaskan, dakwaan alternatif merupakan bentuk dakwaan yang disusun secara berlapis. Lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lain. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat untuk didakwakan.
Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri atas beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutannya. Dan jika salah satu telah terbukti, dakwaan pada lapisan lain tidak perlu dibuktikan lagi.
AVIT HIDAYAT