TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan cepatnya proses hukum kasus Basuki Tjahaja Purnama di tingkat kejaksaan menunjukkan ada proses hukum yang tidak fair atau unfair trial.
"Hanya dalam tiga hari, Kejaksaan Agung menyatakan hasil penyidikan Polri telah P-21 (lengkap) dan dalam hitungan jam kemudian melimpahkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara," ucap Hendardi melalui keterangan tertulis, Senin, 5 Desember 2016.
Dia mengatakan biasanya jaksa membutuhkan waktu 14 hari untuk menyatakan sebuah berkas perkara P-21. Menurut Hendardi, sikap Kejaksaan bertolak belakang dengan responsnya atas hasil penyelidikan Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun dan tidak pernah dituntaskan.
Baca: Eksklusif: Ini Bukti Sri Bintang Pamungkas Cs Diduga Makar
"Kecepatan waktu itu menunjukkan Kejaksaan Agung tidak mengkaji secara cermat konstruksi peristiwa yang menimpa Ahok dan cenderung melempar bola panas itu secara cepat ke pengadilan," ujar Hendardi.
Dia menilai kinerja seperti ini bukan hanya menunjukkan jaksa tidak profesional, tapi membahayakan due process of law dan merupakan preseden buruk pada penegakan hukum untuk kasus-kasus yang berdimensi politik pada masa yang akan datang.
Dari beberapa kasus yang berdimensi politik, tutur Hendardi, Jaksa Agung tidak memiliki posisi yang tegas dan terukur sehingga menimbulkan pelanggaran hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial).
Ahok dinyatakan sebagai tersangka penodaan agama oleh kepolisian, 16 November 2016. Hal ini berhubungan dengan pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu yang menyinggung soal Surat Al-Maidah ayat 51. Isi pidato yang beredar di media sosial itu menjadi barang bukti para pelapor.
Baca: Percepatan Kasus Ahok Dinilai Kental Nuansa Politis
Berkas perkaranya pun dilimpahkan ke jaksa peneliti Kejaksaan Agung seminggu kemudian, Jumat, 25 November 2016. Tiga hari berselang, Kejaksaan Agung mengumumkan, berkas perkara dari penyidik itu dinyatakan lengkap atau P-21. Persidangan Ahok dijadwalkan 8 Desember 2016.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Noor Rachmad menuturkan cepatnya langkah yang diambil jaksa merupakan wujud keseriusan institusinya dalam memproses kasus Ahok. Dia justru heran dengan pihak-pihak yang mengkritik singkatnya tahap penelitian berkas Ahok, yang terdiri atas tiga bundel dengan tebal masing-masing 826 halaman. “Diproses cepat, salah. Diproses lama, dibilang lambat. Serbasalah jaksa ini,” kata Rachmad, Selasa, 29 November. “Kami ini merespons kehendak publik. Kalau bisa cepat, mengapa harus lama?"
Kejaksaan kini telah membentuk tim penuntut umum perkara ini. Tim tersebut terdiri atas 13 orang jaksa penuntut umum (JPU) yang berasal dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. “Kami menjaga integritas dan profesionalitas dalam penanganan perkara,” ujar Rachmad melalui keterangan tertulis, Senin, 5 Desember 2016.
REZKI ALVIONITASARI | DEWI SUCI RAHAYU