TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan penangkapan sepuluh orang yang diduga merencanakan makar terhadap pemerintah bukan dilakukan tiba-tiba.
"Semua melalui proses pemantauan, monitoring, penyelidikan selama tiga minggu," ucap Boy di Monas, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Desember 2016.
Boy berujar, penangkapan sepuluh orang ini bisa dipertanggungjawabkan. Penangkapan mereka adalah kewenangan polisi. Alasan sepuluh orang itu ditangkap hari ini adalah mereka ingin memprovokasi massa Aksi Bela Islam III untuk mewujudkan agenda mereka.
"Mereka punya agenda sendiri di luar kegiatan di Monas," tutur Boy.
Kalau tidak ditangkap dinihari tadi, menurut Boy, tindakan mereka bisa membahayakan aksi tersebut. Nasib mereka ditentukan seusai pemeriksaan 1 x 24 jam.
"Setelah itu, baru bisa ditentukan mana yang ditahan, mana yang bisa tidak ditahan."
Adapun sepuluh orang itu antara lain berinisial AD, E, KZ, FA, RA, RS, SB, JA, dan RK. Mereka ditangkap pada pukul 03.00-06.00 WIB tadi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan kasus yang menimpa mereka berhubungan dengan permufakatan jahat.
“Barang bukti sedang didalami. Yang jelas, ini terkait dengan permufakatan jahat,” ucap Rikwanto dalam keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta Pusat, Jumat ini.
Menurut Rikwanto, JA dan RK dijerat Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sedangkan delapan lain dikenai Pasal 107 juncto 110 juncto 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Hukumannya bagi pemimpin dan pengatur makar sesuai dengan ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun.”
Mereka, tutur Rikwanto, sudah diamankan dan sedang diperiksa di Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok. Menurut dia, detail informasi akan diumumkan Kepala Polri atau Kepala Divisi Humas Polri seusai Aksi Bela Islam III.
REZKI ALVIONITASARI | LANI DIANA