TEMPO.CO, Bojonegoro - Sedikitnya 900 pengungsi banjir memadati tanggul dan penampungan di sejumlah titik, khususnya di Kecamatan Kota Bojonegoro, pada Kamis, 1 Desember 2016, menyusul meluapnya Sungai Bengawan Solo hingga pada posisi siaga merah alias siaga III di Bojonegoro dan Tuban.
Jumlah pengungsi itu bisa saja bertambah mengingat air di Bengawan Solo terus naik. Para pengungsi tersebar di berbagai tempat. Misalnya, di Kelurahan Ledok Wetan, jumlah rumah yang terendam banjir sebanyak 269 unit yang dihuni 1.009 jiwa.
Dari jumlah itu, yang terpaksa mengungsi, terutama anak-anak dan perempuan, sebanyak 458 jiwa menginap di tanggul di Gang Matekram dan gedung serbaguna di Jalan KH Mas Mansyur. Banjir di rumah penduduk rata-rata setinggi 100-120 sentimeter. “Ya, tinggi ini,” ujar Lurah Ledok Kulon Kusminto kepada Tempo di gedung serbaguna, Bojonegoro, Kamis, 1 Desember 2016.
Selain menimpa Kelurahan Ledok Wetan, banjir terjadi di Kelurahan Ledok Kulon, Jetak, Klangon, dan Desa Mulyoagung.
Di Kecamatan Dander, perkampungan terdampak banjir berada di Desa Ngablak dan Ngulanan, terdapat sekitar 200 pengungsi yang menempati sekolahan dan kantor desa.
Sedangkan di Kecamatan Trucuk, banjir merendam Desa Sumbangtimun, Sranak, Banjarsari, Mori, dan Padang dengan sekitar 170 pengungsi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro masih terus mendata jumlah pengungsi di luar Kecamatan Kota Bojonegoro dan sekitarnya, seperti di Kecamatan Kalitidu, Malo, Kasiman, Padangan, Balen, Kanor, dan Baureno. “Pendataan pengungsi terus dilakukan,” ujar Kepala Seksi Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana BPBD Bojonegoro Sukirno.
Banjir merendam 28 desa di lima kecamatan di Tuban, yakni Kecamatan Soko, Parengan, Rengel, Plumpang, dan Widang. Di Kecamatan Rengel, banjir di Desa Karangtinoto, Tambakrejo, dan Kanorejo rata-rata memiliki ketinggian 1 meter. Daerah pinggir Sungai Bengawan Solo ini menjadi langganan banjir karena tidak ada tanggul. “Tempatnya cekung,” ujar Teguh, warga Kecamatan Rengel.
SUJATMIKO