TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berencana menggelar aksi di depan Istana Negara besok, Rabu, 30 November 2016. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat IMM Taufan Putrev Korompot mengklaim ribuan massa dari IMM akan terlibat dalam aksi tersebut dan mengusung agenda revolusi.
“Revolusi Indonesia belum selesai. Hari ini negara kalah dengan pemilik modal, kemerdekaan belum terwujud sepenuhnya, sudah saatnya revolusi," kata Ketua Umum DPP IMM Taufan Putrev Korompot dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 29 November 2016.
Taufan menilai, revolusi mental yang digadang-gadangkan oleh Presiden Joko Widodo tidak akan berjalan dengan baik jika tida ada revolusi sistem dan reformasi penegakkan hukum. Menurut dia, meski revolusi tak harus berdarah-darah, substansi revolusi itu adalah perubahan.
Dalam aksi yang digelar nanti, DPP IMM menyoroti, reformasi penegakkan hukum dan akan menjadi isu utama. Mereka menyinggung kasus Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tentang dugaan penistaan agama saat berkunjung ke Kepulauan Seribu pada akhir September lalu. Taufan menilai ada ketidakadilan dalam proses hukum Ahok.
“Rakyat kecil yang dianggap ‘hate speech’ dijemput paksa, terduga teroris ditembak mati. Namun, penista agama yang mengancam keberagaman masih bebas meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Taufan.
Merujuk pada kasus serupa yang juga pernah terjadi, Taufan beranggapan penista agama terdahulu justru langsung ditahan dan diadili. Untuk itu, ia mengharapkan perlakuan yang sama terhadap Ahok. Menurut dia, hal itu sudah ada yurisprudensinya.
Selain dugaan penistaan agama, IMM juga akan kembali menyoroti permasalahan hukum besar yang sampai hari ini masih menggantung. “Contohnya, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century, reklamasi, korupsi Sumber Waras, juga harus diusut tuntas," tambah dia.
Taufan juga mengecam cara pemerintah dalam hal ini menghadapi masyarakat yang kritis dan menyampaikan pendapat. Menurut Taufan, memanggil tokoh-tokoh dengan alasan penghinaan terhadap pemerintah, melarang aksi massa, bahkan mencegah perusahaan transportasi digunakan untuk aksi, represif menghadapi aksi IMM, layaknya di Ambon dan di Bima.
Bahkan, Taufan pun berujar negara tak akan berdaulat jika hukum masih dibawah kendali penguasa, pemilik modal, dan politisi hitam. “Bahkan membagikan maklumat penyampaian pendapat di muka umum melalui helikopter, ini cara-cara neo-orba" ujar Taufan.
LARISSA HUDA