TEMPO.CO, Jakarta - Mantan hakim konstitusi, Muhammad Mahfud MD, menyarankan wacana perpanjangan masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut dia, pengajuan gugatan jabatan hakim MK seumur hidup menjadi keputusan politik hukum DPR.
"Seumpama pemikiran itu dianggap benar dan diperlukan, tentu harus menjadi keputusan politik hukum DPR," kata Mahfud di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Selasa, 29 November 2016.
Sebelumnya, Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia menggugat masa jabatan hakim MK. Melalui gugatan Nomor 73/PUU-XIV/2016 pada 15 September lalu, mereka meminta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi diuji secara materiil.
Dalam pokok permohonannya, mereka menilai hak konstitusionalnya dilanggar dalam Pasal 22 Undang-Undang MK. Beleid tersebut menyatakan masa jabatan hakim konstitusi adalah lima tahun dan boleh diperpanjang satu periode. Perwakilan penggugat, Dian Puji N. Simatupang, menilai ketentuan itu bersifat diskriminatif. Sebab, kedudukan hakim dalam peradilan mana pun tidak pernah mengenal masa jabatan dan periodisasi jabatan.
Mahfud mengatakan, dengan proses gugatan yang berjalan, Majelis Hakim MK berpotensi melanggar kode etik hakim MK. Sebab, menurut dia, tidak boleh hakim MK mengadili perkara yang berkaitan dengan profesinya. "Hakim dilarang mengadili yang berkaitan dengan kepentingan sendiri. Lebih baik serahkan ke DPR dan rakyat berdiskusi. Jangan sampai dianggap sebagai lembaga yang tak tahu malu karena kalau memutuskan untuk dirinya sendiri, kan tidak tahu malu," ujar dia.
ARKHELAUS W
Baca juga:
SBY Tulis Petuah Panjang Lebar, Jokowi Geleng Kepala
Situasi Memanas, Jokowi Kerap Ditanya Pengusaha Soal Politik
Bukan Unjuk Rasa, Presiden Sebut Demo 212 Aksi Doa Bersama