TEMPO.CO, Jakarta - Pertemuan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan beberapa tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) pada Senin siang mencapai sejumlah kesepakatan. Pertemuan itu terkait dengan Aksi Bela Islam III, yang rencananya diadakan pada 2 Desember 2016.
"Kami sepakat aksi ini tetap dilaksanakan. GNPF sudah mendeklarasikan bahwa fatwa MUI harus dilaksanakan," ujar Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq, yang juga tergabung dalam aksi tersebut, di gedung MUI, Menteng, Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Rizieq mengatakan GNPF akan memastikan tujuan aksi tetap tersampaikan. Lewat aksi itu, massa menuntut penegak hukum menahan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kini menjadi tersangka dugaan penistaan agama.
"Kami sudah datangi Kejaksaan Agung, diterima semua pihak yang berkaitan (dengan penanganan kasus Ahok). Kami sampaikan harapan agar berkas itu secepatnya P-21 atau lengkap," kata Rizieq.
Kelengkapan berkas, menurut dia, diperlukan agar kasus tersebut segera mendapat keputusan hukum, khususnya dari pengadilan. "Karena ini sudah heboh, tak boleh ulur waktu, harus ada keputusan. Kami minta Kejaksaan lakukan penahanan," tuturnya.
Rizieq pun menyatakan pihaknya mengajak penegak hukum ikut terlibat dalam aksi Bela Islam tersebut. Dia berpendapat bahwa aksi itu merupakan aktivitas keagamaan yang bisa diikuti masyarakat lintas instansi, lintas budaya, bahkan lintas agama.
Dia menyebutkan demo tak hanya akan diikuti umat muslim, tapi juga masyarakat berkeyakinan lain. "Untuk itu, kami juga minta aparat menyediakan tempat agar mereka bisa ikut tanpa terganggu rasa keagamaannya. Nanti ada tim terpadu (untuk menangani), dalam hal teknis akan ada rapat sendiri," ucap Rizieq.
Rencana aksi itu sempat mendapat imbauan dari polisi karena berpotensi mengganggu ketertiban. Pasalnya, lokasi aksi yang awalnya direncanakan di Bundaran Hotel Indonesia adalah jalan protokol, yang juga merupakan jalur padat lalu lintas.
YOHANES PASKALIS