TEMPO.CO, Yogyakarta - Semua wilayah di pesisir pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta rawan bencana tsunami, gempa bumi, angin kencang dan banjir. Termasuk lokasi calon bandara udara internasional New Yogyakarta di Kulon Progo yang dekat pantai.
Menurut Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daerah Istimewa Yogyakarta lokasi itu terletak di wilayah yang rawan bencana.
"Semua wilayah di pantai selatan rawan bencana," kata Kepala BMKG Yogyakarta, Nyoman Sukanta, Minggu, 27 November 2016.
Ia menambahkan, untuk mengantisipasi adanya risiko bencana di lokasi banda udara maka diperlukan analisis dampak lingkungan. BMKG yang menjadi salah satu lembaga yang akan memberikan masukan rencana pembangunan bandara udara, mengkajinya dari sisi klimatologi dan geofisikanya.
Ia menambahkan, jika kawasan di pantai selatan itu rawan tsunami, maka harus ada rekayasa mengantisipasi risiko bencananya. Contohnya dengan membangun tembok tinggi. Seperti di Jepang, ancaman tsunami setinggi 10 meter, dibangun tembok setinggi 12 meter.
Soal arah landasan pacu atau runway juga dikaji dan dipelajari kejadian selama enam bulan terakhir. Arah runway bisa dari timur - barat (atau sebaliknya) dan utara-selatan. Tergantung kajian pada analisis sebelum dibangunnya bandar udara itu.
"Kami akan mengkaji arah angin mana yang dominan. Sehingga landasan pesawat dibangun bisa sesuai arah angin," kata Nyoman.
Lalu, kata dia, akan disimulasikan tsunami ke bandara, juga dipantau patahan lokal. Jika alau ada patahan beresiko gempa, maka yang dikaji adalah karakteristik tanah.
Di laut selatan memang sering terjadi gempa bumi. Dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi sebanyak 453 kali dengan berbagai kekuatan skala richternya. Karena posisinya terletak dipertemuan tiga lempeng dunia yakni lempeng Pasifik, Euroasia dan Indoaustralia.
"Rawan gempa bumi dan tsunami, jangan kaget kalau selatan Yogyakarta sering terjadi gempa dan tsunami," tegas dia.
Soal gempa bumi, wilayah selatan Yogyakarta terletak di lempeng subduksi. Yaitu lempeng yang masuk ke dalam lempengan lain sehingga kerap terjadi getaran akibat pergeseran lempeng.
Jika ada gempa dan berpotensi terjadi tsunami, maka jika wilayahnya akan terdampak hingga tiga kilometer. Jika wilayah pantai berbukit maka bisa tertahan oleh perbukitan itu seperti di Bantul dan di Gunung Kidul.
Ia juga mengatakan, gempa bumi yang terjadi tidak selalu menimbulkan tsunami. Hanya gempa yang besar, kuat (di atas 7 skala Richter) dan dalam waktu lama yang bisa memicu munculnya tsunami.
Sebagian masyarakat di peisisir pantai Kulon Progo masih menolak rencana pembangunan bandara. Mereka menggugat dengan payung hukum yang dilanggar pemerintah dalam rencana pembangunan ini.
Selain itu juga menggusur lahan pertanian produktif dan ribuan warga. Warga yang lahan mereka digunakan calon bandar udara sebagian telah menerima ganti rugi. Total uang ganti rugi lahan atau pengadaan lahan hingga Rp 4,1 triliun.
Salah satu kelompok masyarakat yang menolak digusur adalah Wahana Tri Tunggal. Ketuanya, Martono mengatakan, anggotanya awalnya ada 600 kepala keluarga. Namun dengan berbagai cara oleh orang yang berkepentingan membangun bandara, hanya tinggal 300-an kepala keluarga yang masih bertahan menolak relokasi dan ganti rugi.
"Jelas-jelas itu lokasi rawan bencana, kami yang justru digusur, ombak di pantai selatan selalu tinggi, angin lesus sering terjadi. Gumuk pasir yang ada sering terbawa angin," kata dia.
MUH SYAIFULLAH