TEMPO.CO, Mojokerto – Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang membidangi Lingkungan Hidup mempertimbangkan merekomendasikan pencabutan izin pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
“Kami bisa mengajukan penutupan sampai pencabutan izin. Nanti Kementerian Lingkungan Hidup yang berwenang,” kata Anggota Komisi VII Mat Nasir saat dihubungi, Sabtu, 26 November 2016. Nasir mengatakan Komisi VII dan Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sudah datang ke Desa Lakardowo, Kamis, 24 November 2016.
Tim sudah berdialog dengan masyarakat dan manajemen PT PRIA untuk mendapatkan informasi. “Perusahaan ini bermasalah. Limbah batu bara yang seharusnya diolah di dalam pabrik, malah dijual ke masyarakat untuk urukan lahan pemukiman,” tuturnya.
Selain itu, Nasir menambahkan, PT PRIA diduga juga melanggar izin pemanfaatan limbah B3. “Izin baru turun tahun 2014 tapi 2010 sudah mendatangkan bahan baku limbah, dari sini sudah bermasalah,” katanya.
Meski sudah lama melakukan pelanggaran, kata Nasir, tidak ada tindakan dari Kementerian LHK yang berwenang mengawasi dan menindak pelanggaran pengelolaan limbah B3. “Akan kami pertanyakan kenapa tidak ada tindakan,” ujar politikus Partai Demokrat ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan akan berkordinasi dengan pihak terkait untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran pengelolaan limbah B3 oleh PT PRIA.
“Kami akan bicarakan dengan semua pihak baik pemerintah kabupaten, provinsi, masyarakat, dan pihak LSM untuk menyelesaikan persoalan ini,” kata pejabat yang akrab disapa Roy ini.
Pihaknya juga akan berkordinasi dengan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK yang sudah pernah menguji kualitas air di sumur pantau PT PRIA dan sumur warga. “Kami akan lakukan pengujian kembali untuk memperkuat,” katanya. Soal ancaman hukum bagi perusahaan jika terbukti melanggar, Roy enggan berkomentar. “Kita lihat saja nanti."
Adapun Bos PT PRIA Tulus Widodo mengaku siap jika diberi sanksi. Ia mengakui masih ada kekurangan dalam operasional perusahaannya. “Memang masih ada kekurangan dan perlu pembenahan ke depan,” kata Tulus yang juga bos PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS) di Karawang, Jawa Barat, yang juga pengolah limbah B3. TJS pernah ditutup sementara karena menjual limbah B3 ke masyarakat.
Tulus membantah telah melakukan penimbunan limbah B3 ribuan ton untuk meratakan jurang atau ceruk tanah di lahan yang akan dibangun gudang pabrik PRIA sejak 2010 lalu. “Tidak ada penimbunan, semua kami musnahkan dan ada yang diolah jadi barang yang bermanfaat,” katanya.
PT PRIA merupakan perusahaan penampung dan pengolah limbah B3 yang dihasilkan dari perusahaaan dan rumah sakit yang ada di Jawa Timur sampai Bali. Selain dimusnahkan, ada juga limbah B3 yang didaur ulang menjadi barang bermanfaat lainnya misalnya batako, batu bata merah, kertas kualitas rendah, dan sebagainya. Pelanggaran yang diduga dilakukan PT PRIA adalah menjual limbah batu bara ke masyarakat untuk urukan lahan pemukiman.
ISHOMUDDIN