TEMPO.CO, Poso - Pemerintah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dinilai kurang memberikan dukungan terhadap program pemberian bantuan kepada para mantan narapidana teroris dan keluarganya. Bantuan berupa mesin jahit dan mesin obras itu diberikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI yang bekerjasama dengan Kementerian Soasial.
Hal itu diungkapkan oleh anggota Komnas HAM Siane Indriani. Dia mengatakan pelaksanaan distribusi bantuan mesin jahit dan mesin obras, yang dilakukan pada Senin, 21 November 2016, terhambat.
Penyebabnya Pemerintah Kabupaten Poso, khususnya Dinas Sosial setempat, tidak segera meresponnya karena tidak cepat memberikan surat rekomendasi, yang merupakan persyaratan administratif. “Saya sangat menyesalkan dan mengkritik sikap Bupati Poso Darmin Sigilipu,” kata Siane kepada Tempo, Kamis, 24 November 2016.
Menurut Siane, meskipun bantuan bisa disalurkan, Pemerintah Kabupaten Poso berupaya menghambat penyaluran bantuan sosial kemanusiaan itu. “Terus terang, saya baru tahu ada informasi tentang larangan Bupati Poso dan Kepala Dinas Sosial setempat untuk memberi bantuan kepada eks napi teroris dan keluarganya di Poso,” ujarnya.
Penyerahan bantuan sosial itu diberikan kepada Kelompok Usaha Bersama (KUBE), yang terdiri dari Kelompok Tamanjeka 28 orang, Ueralulu (10), Kalora (10), Gebang Rejo (10), dan Kelompok Kayamanya enam orang. Mereka tersebar di beberapa desa di Kabupaten Poso yang menjadi wilayah Operasi Satuan Tugas Tinombala.
Siane menjelaskan, utusan Kementerian Sosial sampai marah kepada aparat Dinas Sosial Poso. Sebab, penyaluran bantuan memerlukan verifikasi secara adimintratif yang berkaitan dengan data warga, termasuk surat keterangan tidak mampu. Bahkan saat rombongan Komas HAM dan Kementerian Sosial mendatangi Desa Tamanjeka, tidak ada seorangpun aparat Pemerintah Kabupaten Poso maupun Dinas Sosial setempat.
Siane mengatakan, rombongan juga mendatangi Ibunda Santoso yang terpaksa dirawat di rumahnya karena menderita sakit syaraf. Tida ada bantuan dana kesehatan. Fasilitas berupa BPJS juga tidak dipunyai. Akibatnya, obat yang seharusnya diminum setiap hari, harus dihemat dua hari sekali.
Sebelumnya Siane mengatakan, bantuan sosial itu tidak secara khusus diberikan hanya kepada keluarga terduga teroris. Tapi juga kepada warga lain yang kurang mampu. “Sebuah mesin jahit senilai Rp 2 juta untuk setiap keluarga sebagai modal kerja,” kata Siane.
Secara teknis penyaluran bantuan didasarkan pada proposal yang dibuat perwakilan kelompok masyarakat dan dikirimkan kepada Kementerian Sosial. Persyaratan penyaluran dana juga harus disertai kelengkapan administrasi berupa KTP, kartu keluarga, dan surat keterangan tidak mampu. Persyaratan adiministratif itu memerlukan kepedualian Pemerintah Kabupaten Poso. Jika disetujui, bantuan disalurkan melalui rekening bank yang dibuat per kelompok.
Siane mengatakan, setelah memberikan bantuan mesin jahit, akan dilanjutkan dengan pelatihan menjahit bagi para penerima bantuan. Tujuannya agar penerima bantuan bisa menjadi kelompok produksi yang bisa menghasilkan produk layak jual. “Hasil karya warga itu akan dipasarkan di mal yang ada di Poso,” tuturnya.
Bupati Poso Darmin Sigilipu membantah tudingan Komas HAM. “Itu tidakbenar,” katanya kepada Tempo. Ia justru mempertanyakan dari mana sumber informasi yang menyebutkan Pemerintah Kabupaten Poso menghambat pemberian bantuan sosial itu. Ia juga mengatakan pernah memberikan bantuan kepada keluarga Santoso. Tapi tidak diuraikan apa bentuk bantuannya.
AMAR BURASE
Catatan: Berita ini saya upload ulang. Sudah ada konfirmasi Bupati Poso. Berita sebelumnya, Bupati Pososo belum bisa dimintai konfirmasi