TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono mengatakan ada beberapa alasan pihaknya belum menahan Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pascapenetapan status tersangka pada selasa, 15 November lalu.
Ia mengungkapkan bahwa ada dua alasan terkait keputusan itu.
"Terkait penahanan yang bersangkutan (Ahok) ini ada syarat objektif dan subjektif," ujarnya di Cikini, Jumat, 18 November 2016.
Menurutnya secara objektif berlandaskan pasal 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, mengatur bahwa tersangka tidak diwajibkan untuk ditahan. Ia menuturkan bahwa kepolisian telah membuatkan surat pencegahan, mengantisipasi tersangka kabur ke luar negeri.
"Ahok merupakan pasangan calon pemilihan kepala daerah yang masih memiliki tanggung jawab, sehingga kecil kemungkinan untuk melarikan diri" ujar Awi.
Menurutnya kasus yang mengharuskan untuk penahanan tersangka, secara subjektif harus jelas delik perkaranya. "Misalnya kasus pembunuhan. Itu delik perkaranya jelas, pelaku membunuh seseorang." Kata dia.
Pada kasus ini menurutnya belum jelas delik perkaranya. Hal ini terlihat saat gelar perkara tiga hari lalu, perbedaan pendapat sekitar 39 saksi ahli yang tidak semuanya setuju bahwa Ahok telah melakukan tindakan pidana penistaan agama.
Selain itu kepolisian juga memastikan bahwa Ahok tidak akan menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya lagi. "Tentunya akan rugi jika mengulangi perbuatannya, mengingat yang bersangkutan merupakan pasangan calon kepala daerah" ujarnya.
Panglima Front Pembela Islam, Munarman mengomentari pendapat tersebut "Tidak boleh ada perbedaan perlakuan dalam pengusutan kasus ini," ujarnya. Ia memberikan contoh kasus Lia Eiden, Arswendo, Usman Roy yang langsung ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
AKHMAD MUSTAQIM